Hingga hari ini, peluang munculnya rekomenÂdasi pemungutan suara ulang (PSU) di temÂpat pemungutan suara (TPS) tertentu, masih terbuka.
Bawaslu memastikan, pengawasan terhadap rekapitulasi suara di level kecamatan terus berÂlangsung. Apabila ada laporan ketidakwajaran yang bisa dibuktikan, pihaknya tidak ragu untuk merekomendasikan PSU.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menÂjelaskan, penyebab dilaksanakannya PSU adalah pelanggaran yang antara lain dilakukan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Misalnya, petugas KPPS terang-terangan berpihak dan mencoblosi surat suara. Jenis peÂlanggaran tersebut sudah masuk ranah pidana pemilu.
Nah, rekomendasi PSU pasti dikeluarkan plus seluruh petugas KPPS-nya diganti. Petugas KPPS yang terbukti tidak netral itu pun bisa dipenÂjara.
Sebenarnya, apa saja penyebab harus dilakuÂkan PSU? Berikut keterangan lengkap dari KomiÂsioner Bawaslu, Fritz Edward Siregar dan ditangÂgapi Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak.
Fritz Edward Siregar: Masih Boleh PSU Sampai 27 April Kita harus melihat kasusnya dulu ya. Ada juga PSU itu karena KPPS-nya mencoblos lebih dari sekali.
Saat ini sedang proses rekapitulasi di kecamatan. Ada catatan dari Bawaslu? Memang, ada beberapa hal yang seharusnya tidak terjadi, tapi dalam rekap itu diketahui. Misalnya sudah jelas, dia punya mekanisme apabila ada ketidaksepahaman, antara saksi dengan pengawas TPS dan petugas KPPS. Misalnya, C1-nya bisa dibuka, untuk melihat C1 planonya. Tapi mungkin, ada persoalan-persoalan yang masih dimungkinkan terjadinya PSU.
Contohnya?Misalnya, ketahuan ada beberapa pemilih yang seharusnya tidak puÂnya hak pilih, tetapi dia memilih. Itu baru ketahuan saat dia rekapitulasi di kecamatan.
Sesuai dengan ketentuan di unÂdang-undang, maka itu harus dilakuÂkan PSU, meskipun sudah dilakukan rekapitulasi di kecamatan.
PSU harus dilakukan dalam 10 hari setelah pemungutan suara ya? Undang-undang memperbolehkan 10 hari sejak hari pemungutan suara. Berarti sampai tanggal 27 April 2019. Itu secara undang-undang masih diperbolehkan untuk dilaksanakan PSU.
Bagaimana evaluasi dari Bawaslu terhadap kinerja para petugas di lapangan? Saya rasa, saya tidak bisa memberiÂkan evaluasi sekarang. Karena, kawan-kawan masih terus menjalankan tugasÂnya. Ada PSU, ada pemilu lanjutan, ada pemilu susulan. Saya rasa, belum cocok saya memberikan evaluasi.
PSU itu karena apa? Kalau kita melihat, banyaknya PSU itu karena ada logistik yang kurang. Atau, karena ada pemilih dari luar daerah yang mencoblos tanpa mengÂgunakan A5.
Apakah ada sanksi terhadap mereka? Kita harus melihat kasusnya dulu ya. Ada juga PSU itu karena KPPS-nya mencoblos lebih dari sekali. Beberapa PSU, seperti yang terjadi di Tapanuli Tengah, KPPS-nya itu sudah diganti, karena ketahuan tidak netral.
Bagaimana dengan proses piÂdananya? Proses pidananya berjalan, semenÂtara PSU-nya dilaksanakan anggota KPPS yang berbeda.
Faktor lainnya? Ada pemilih yang sebetulnya tidak berhak memilih, tapi diberi hak pilih di situ. Untuk itu, dilaksanakan PSU juga, karena melanggar Pasal 372 ayat 2 huruf D.
Soal kotak suara yang terbakar di beberapa lokasi? Yang saya tahu, yang baru itu di Sumatera Barat. Teman-teman tanya saja ke sana untuk lebih detailnya. Yang saya tahu itu, ada 17 kotak suara terbakar, tapi sudah diidentifikasi itu dari TPS mana saja.
Apa yang Bawaslu lakukan unÂtuk menghadapi masalah ini? Sekarang kami tinggal menunggu dari KPU-nya, apakah dapat mengÂgunakan form C1 yang digunakan para saksi dan para anggota KPPS. Dokumen tersebut kan sudah ada kiÂra-kira. Tapi, surat suara aslinya yang ada dalam kotak, itu yang hilang. Kalau form C1 kan sudah terbagi di antara para saksi dan petugas TPS.
Ada kemungkinan PSU? Apakah mereka bersedia unÂtuk menggunakan form yang ada, atau akan lakukan pemungutan suara ulang, untuk itu kami masih menunggu, bagaimana hasil rapat antara KPU dengan Bawaslu, dan partai politik.
Dahnil Anzar Simanjuntak: Gambaran Nyata Ada Kecurangan Pemilu "Kan ada kendala itu muncul karena kendala teknis, seperti kendala logistik dan ini terkait dengan ketidakmampuan dan ketidak profesionalan dari KPU, ini satu sisi."
Apa tanggapan Anda terkait PSU di sejumlah TPS? PSU itu menjadi gambaran nyata, bahwasanya ada kecurangan, ada kerusakan dalam penanganan pemilu kali ini. Bahkan, kecurangan-kecuranÂgan tersebut bagi kami sudah TSMB, bukan TSM saja.
Maksud Anda? TSMB yakni terstuktur, sistematis, masif dan brutal. Bahkan, tidak hanya pada pencoblosan saja, proses kecurangan yang terstruktur itu suÂdah terjadi sejak masa kampanye. Kemudian yang sudah berulang kali kami sampaikan protes, seperti pendataan oleh aparat dan macam-macam, itu semua proses saat kamÂpanye.
Bagaimana saat pencoblosan? Adanya kecurangan pada saat pencoblosan, banyak sekali indikasÂinya, banyak sekali peristiwanya. Terus apa yang terjadi pasca penÂcoblosan.
Jadi, ini terang sudah TSMB. Keputusan KPU dan Bawaslu untuk PSU adalah indikasi yang sangat kuat bahwa TSMB itu terjadi.
BPN tidak khawatir dengan PSU ini justru akan merugikan BPN? Kami tidak melihat ini akan menguntungkan kami atau tidak. Yang paling rugi adalah rakyat Indonesia.
Seluruh rakyat Indonesia dirugikan oleh praktek perusakan atau peramÂpasan kedaulatan suara rakyat. Jadi perampasan kedaulatan suara rakyat yang dilakukan secara TSMB ini, merugikan rakyat secara keseluruhan, bukan rugi 01 atau rugi 02. Yang jelas, kecurangan-kecurangan ini, pemungutan suara ulang merugikan rakyat Indonesia.
BPN mememukan TPS yang meÂmang layak dilakukan PSU? Banyak sekali ya TPS yang perlu PSU.
Daerah mana saja itu? Ada beberapa daerah seperti di Surabaya yang sudah diputuskan. Beberapa daerah di Jawa Tengah, beberapa daerah di Sumatera Utara, terus beberapa daerah lain yang keÂcurangannya sangat masif dan praktek intimidasinya juga masif. Itu yang menjadi perhatian.
Dari temuan BPN, kecurangan yang terjadi apa saja, sehingga harus dilakukan PSU? Misalnya di luar negeri seperti di Malaysia. Polanya kan pencoblosan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, pencoblosan secara sendÂiri, pengaturan jumlah surat suara, kemudian intimidasi dan macam-macam.
Dengan banyaknya TPS yang PSU, apakah Anda melihat adanÂya kelalaian penyelenggaran Pemilu? Bagi kami tidak tunggal terkait kelemahan dan ketidakmampuan dari penyelenggara pemilu.
Namun, salah satu TPS yang dilakukan PSU adalah karena terkendala logistik Pemilu. Apa tangÂgapan Anda? Kan ada kendala itu muncul karena kendala teknis, seperti kendala logisÂtik dan ini terkait dengan ketidakÂmampuan dan ketidak profesionalan dari KPU, ini satu sisi.
Sisi lainnya? Yang lebih berbahaya adalah keÂtika itu disengaja atau melibatkan aparat. Itu yang menjadi perhatian serius kita.
Kalau tidak mampu, kan bisa diperÂbaiki. Kata Bung Hatta, bodoh itu bisa belajar, tetapi kalau tidak jujur itu sulit diobati.