Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
JIKA kita bicara tentang IsÂlam di AS maka kita tentu tidak sempurna tanpa meÂnyebut figur Malcolm X. Ia juga sering dipanggil dengan beberapa nama lain seperti Al-Hajj MaÂlik Al-Shabazz. Ia lahir 19 Mei 1925 dan wafat pada tanggal 21 Februari 1965. Meskipun ia hanya berusia relatif pendek (39 tahun) tetapi mampu melahirkan sebuah fenomena khusus bagi umat Islam AS. Ia seorang muslim yang berasal usul keluarga Afrika (Afro-American) dan amat aktif daÂlam pergerakan membela Hak Asasi ManuÂsia (HAM). Ia sangat dikenal sebagi pembeÂla HAM karena sekaligus memperjuangkan dua komunitas minoritas di AS, yaitu hak asasi warga kulit hitam dan hak asasi minoriÂtas muslim. Ia seperti tak kenal rasa gentar dalam menyuarakan HAM di negerinya dan mendapat dukungan luas dari kelompok Black American (BA), walaupun sebagian di antara mereka non muslim. Malcolm X betul-betul pernah menjadi tokoh fenomenal. Ia bukan hanya berani berhadapan dengan kelÂompok mayoritas tetapi juga memang ia akÂtif dalam dunia publik, termasuk aktif dengan dunia film dan seni peradaban AS lainnya. Bagi kelompok BA, Malcolm X betul-betul seÂorang figur pemersatu dari kelompok minoriÂtas. Ia amat leluasa berbicara karena meraÂsa sebagai warga negara pribumi AS. Ia dan keluarganya lahir dan besar di AS.
Sejak kecil Malcolm X menunjukkan bakat dan kecerdasannya. Ia menjadi siswa unggul di sekolahnya namun keluar setelah seorang guru kulit putih mengatakan kepadanya bahwa menjadi pengacara, cita-cita terbesarnya pada saat itu, "bukanlah sebuah tujuan yang realÂistis untuk seorang negro". Hal itu membuat Malcolm merasa bahwa dunia orang kulit putih tidak memberi tempat bagi orang kulit hitam, terlepas dari bakatnya. Setelah tinggal di berbÂagai panti asuhan, pada usia 15, ia tinggal denÂgan kakak tirinya, Ella Little Collins, di Roxbury, Boston, lingkungan yang sebagian besar dihuÂni orang Afrika-Amerika dari Boston, di mana ia mengerjakan berbagai pekerjaan. Setelah tinggal sebentar di Flint, Michigan, ia pindah ke Harlem, New York, salahsatu kota metropolitan terpadat di dunia.
Latar belakang keluarganya juga termasuk warga AS yang patriotik. Ayahnya sendiri tewas dibunuh para pendukung supremasi kulit putih. Ketika ia masih anak-anak, salah satu dari pamannya tewas dalam kondisi memilukan karena perjuangannya begitu gigih melawan. Ketika ia masih kecil, ibuÂnya dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dan dia sendiri ditempatkan di beberapa panti asuÂhan. Setelah menginjak kedewasaan ia pun dijebloskan ke penjara dalamtahun 1946. Di dalam penjara, ia belajar dan bergabung dari kelompok narapidana muslim lainnya. TerÂmasuk ia menkadi anggota Nation of Islam dan setelah pembebasan bersyaratnya pada tahun 1952, ia dengan cepat naik menjadi salah satu pemimpin organisasi tersebut. Selama belasan tahun ia menjadi trend setÂter kelompok muslim di penjara. Ia semula termasuk tokoh eraliran keras saat ia berada di penjara, bersama-sama dengan kelomÂpok masyarakat Timur Tengah. Dalam tahun 1964 ia semakin berobsesi besar mengemÂbangkan Islam di AS dengan berbagai cara.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 03 Desember 2025 | 04:59
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
UPDATE
Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:49
Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:42
Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:19
Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:18
Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:11
Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:53
Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:52
Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:39
Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:35
Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:29