Perkembangan industri fintech peer to peer di Indonesia sangat cepat. Namun, tantangannya juga sangat besar. Salah satunya kebocoran data nasabah. Industri fintech pun diminta memperkuat server.
Pengamat ekonomi digital Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, keandalan sistem informasi dan teknologi (IT) merupakan salah satu tantangan yang harus disikapi secara serius oleh para pelaku di industri fintech. Sebab, sering kali terjadi pencurian data pribadi nasabah yang disebabkan lemahnya perlindungan terhadap server yang dimilikinya.
"Peningkatan standar enkripsi menjadi salah satu poin penting yang harus segera dilakuÂkan," ujar Faisal kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Selain tantangan IT, industri fintech juga menghadapi tanÂtangan lainnnya, yaitu ancaÂman kegagalan pembayaran. Ancaman ini merupakan hal yang cukup berbahaya terlebih jika jumlah nasabah yang gagal membayar cukup banyak karena dapat mengganggu keberlangÂsungan pelaku industri fintech.
Namun, ancaman gagal bayar ini dapat diantisipasi salah saÂtunya dengan melakukan eduÂkasi kepada nasabahnya agar meminjam sesuai kebutuhan dan memperhitungkan kemamÂpuan membayar. "Perlu ada edukasi mengenai fintech kepada masyarakat," tambahnya.
Terakhir, kata dia, pelaku industri fintech juga perlu meÂnyikapi potensi rencana bisnis yang tidak berjalan sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan. Karena itu, pelaku industri pinjaman online harus benar-benar memahami kondisi dan ceruk pasar nasabah yang ada di Indonesia.
Dikonfirmasi secara terpisah, Senior Vice President Corporate Affairs UangTeman Adrian Dosiwoda mengungkapkan, saat ini industri fintech pinjaÂman online di Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan baik dari sektor sistem teknologi informasi, nasabah, maupun juga rencana bisnis. Walaupun demikian, sebagai salah satu pemain di industri ini, UangTeÂman sudah melakukan berbagai antisipasi dan juga solusi yang tepat terhadap tantangan yang berpotensi terjadi.
"Uang Teman secara rutin selalu melakukan upgrading terhadap sistem teknologi dan informasi sehingga mumpuni dan dapat melindungi data naÂsabah dari potensi pencurian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, kami juga secara ketat menerapkan standar yang sudah ditetapkan sesuai sertifikasi ISO 27001:2013 tentang manajemen keamanan informasi sehingga mitigasi risiko kami juga lebih baik," kata Adrian.
Hal lain yang juga menjadi perhatian UangTeman seputar tantangan di industri fintech P2P Lending adalah terkait edukasi. Hal itu penting agar nasabah bisa mengelola pinjaman dengan baik dan tidak sekadar mengajukan pinjaman untuk hal-hal yang bersifat konsumtif.
"Terkait ancaman gagal baÂyar dari nasabah, kami selalu mengedukasi nasabah yang meminjam melalui UangTeman untuk melakukan pinjaman secara bertanggung jawab dan memperÂhitungkan kemampuan membayar saat jatuh tempo." jelas Adrian.
Edukasi ini merupakan hal yang penting untuk membantu nasabah dalam melakukan pinjaÂman secara bertanggung jawab. Selain itu, dengan adanya edukaÂsi ini angka non-performing loan (NPL) yang dimiliki UangTeman tetap mampu dikelola berada pada level yang rendah dibandingkan dengan rata-rata industri yang mencapai 3,1 persen
"Angka NPL UangTeman di tahun 2018 berada di bawah 3 persen, tepatnya 2,9 persen. Tapi apakah kami puas? Tentu tidak karena UangTeman berkomitÂmen supaya angka NPL bisa terus ditekan sehingga mampu mendorong tumbuhnya industri fintech yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat, serta memberikan impact positif bagi perekonomian Indonesia," tutur Adrian.
Adrian berharap, tantangan yang sedang dihadapi indusÂtri P2P lending yang sedang tumbuh cepat ini juga diantisiÂpasi oleh para pelaku industri. Langkah antisipasi itu penting supaya kemungkinan yang akan berpotensi muncul tak terduga di kemudian hari bisa lebih diminiÂmalisir dampak negatifnya.
"Sebagai industri yang berganÂtung pada perkembangan teknoloÂgi informasi, maka ancaman seÂlalu berkembang. Kami berharap langkah-langkah antisipasi yang dimiliki oleh UangTeman dapat juga diadopsi oleh para pelaku industri fintech pinjaman online lainnya," pungkas Adrian.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan, dari 99 fintech yang terdaftar, ada beberapa fintech yang mencatatkan angka NPL-nya hingga 3 persen. BerÂdasarkan data OJK per Februari 2019, rasio pinjaman macet lebih dari 90 hari sebesar 3,18 persen. Sedangkan untuk rasio pinjaman kurang lancar dari 30 hari hingga 90 hari di angka 3,17 persen.
Wimboh menilai, kemudahan pemberian pinjaman yang dilakuÂkan fintech berbeda dengan perÂbankan. Kelonggaran ini membuat potensi NPL menjadi besar.