Harga minyak mentah global naik ke level tertinggi sejak November lalu pada Senin (8/4). Kenaikan tersebut didorong oleh sejumlah faktor yakni pengurangan pasokan OPEC, sanksi Amerika Serikat terhadap Iran dan Venezuela, serta meningkatnya eskalasi pertempuran di Libya yang kaya minyak sejak hampir sepekan terakhir.
Â
Pada Senin (8/4), tolak ukur Brent dan WTI keduanya mencapai titik tertinggi mereka untuk tahun ini sejauh ini. Masing-masing menempatkan harga 70,76 dolar AS dan 63,48 dolar AS per barel.
Â
"Pemangkasan pasokan OPEC yang sedang berlangsung dan sanksi Amerika Serikat terhadap Iran dan Venezuela telah menjadi pendorong utama kenaikan harga sepanjang tahun ini," kata kepala strategi pasar di pialang berjangka FXTM Hussein Sayed, seperti dimuat Russia Today.
Â
Â
"Namun, dorongan terakhir diterima dari eskalasi pertempuran di Libya yang mengancam gangguan pasokan lebih lanjut," tambahnya.
Â
Sementara itu, analis komoditas diy Kiwoom Securities di Seoul, Ahn Yea Ha, juga mengatakan bahwa gangguan pasokan di Libya mendorong harga minyak global naik.
Â
"Minyak mungkin naik terlalu cepat saat ini," katanya kepada
Bloomberg.
Â
Menurut data Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat, Libya adalah produsen minyak bumi terbesar ke-20 pada tahun 2018, dengan produksi minyak lebih dari satu juta barel per hari.
Â
Namun Libya saat ini masih menjadi tanah yang retak, tanpa kekuatan terpusat, sejak intervensi kemanusiaan NATO dan kampanye serangan udara pada tahun 2011 yang menghancurkan militer negara itu serta membantu pemberontak bersenjata membunuh mantan penguasa Muammar Gaddafi yang kuat.
Â
Saat ini, ada dua kekuatan utama yang bersaing di Libya yakni pemerintah yang diakui PBB di Tripoli dan milisi sekutu, dan sebuah parlemen saingan di Tobruk yang didukung oleh pasukan Field Marshal Khalifa Haftar.
Â
Pekan lalu, pemerintah yang berbasis di Tripoli menyatakan serangan di semua garis depan terhadap pasukan Haftar yang maju di tengah laporan pertempuran sengit di sekitar kota.
Â
Pertempuran terbaru terjadi di selatan Tripoli, jauh dari sebagian besar pelabuhan dan ladang minyak utama negara itu. Meski begitu, analis memperingatkan akan meningkatnya risiko gangguan ketika situasinya memburuk.