Berita

Foto: Net

Dunia

Menanti Sikap Liga Arab Terkait Golan

SENIN, 01 APRIL 2019 | 09:57 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

SEPERTI sudah diperkirakan oleh banyak pemerhati Timur Tengah,  KTT Liga Arab yang dilaksanakan di Tunis, pada Ahad (31/3) berakhir tanpa sikap yang jelas, khususnya terkait dengan aneksasi Golan milik Suriah oleh Israel yang didukung Amerika Serikat.

Dalam pernyataan resmi hasil KTT pada acara penutupan yang dibacakan oleh Menlu Tunisia Khamis al-Jihnaoui, memang dukungan penuh atas Suriah terhadap haknya atas Golan yang direbut Israel dalam perang 1967 menjadi pernyataan paling utama, diikuti oleh dukungan terhadap berdirinya negara Palestina yang menjadi sumber konflik Arab-Israel selama ini.

Akan tetapi, sikap politik ini tanpa diikuti oleh rencana aksi, sehingga diperkirakan akan berhenti sebagai retorika belaka, sebagaimana keputusan-keputusan yang diambil pada KTT-KTT Liga Arab sebelumnya.


Di tengah banyaknya persoalan yang membelit bangsa Arab saat ini, sangat sulit untuk berharap banyak dari KTT yang dilaksanakan di ibukota Tunisia ini. Persoalan pembekuan keanggotaan Suriah di Liga Arab sejak 2011 masih berlaku sampai saat ini.

Pemutusan hubungan politik dan ekonomi diikuti penutupan perbatasan darat, laut, dan udara terhadap Qatar oleh Saudi Arabia, UAE, Bahrain, dan Mesir, sejak 2017 masih berlangsung. Pergolakan politik di Yaman dan Libia yang melumpuhkan pemerintahan belum tampak tanda-tanda kapan akan berakhir.

Kini muncul masalah baru di Sudan dan Aljazair, di mana tuntutan demokratisasi bermuara pada tuntutan pergantian rezim.

Kini bangsa Arab ibarat kata pepatah : "Tak putus dirundung malang". Sebenarnya bangsa ini berkali-kali memiliki peluang untuk bangkit, sayang tidak dipergunakan dengan baik.

Di antara peluang itu: Pertama, pasca perang Arab-Israel tahun 1973 yang menempatkan bangsa Arab dalam posisi yang sangat kuat berhadapan dengan Israel.

Sayang dalam negosiasi pengembalian wilayah yang diduduki Israel, bangsa ini tidak kompak. Mesir sebagai negara terbesar dan terkuat secara militer berjalan sendiri dan meninggalkan saudara-saudaranya yang lain.

Akibatnya, meskipun melalui Perjanjian Camp David, akhirnya Sinai yang diduduki Israel berhasil dikembalikan, akan tetapi Suriah dan Lebanon tanpa Mesir tidak memiliki daya tawar berhadapan dengan Israel. Sehingga wilayahnya masih diduduki sampai sekarang.

Kedua, saat booming minyak dan gas, dimulai dari Saudi Arabia, diikuti oleh Irak, Libia, dan Kuwait. Uang dihambur-hamburkan sekedar untuk berfoya-foya, bahkan saling jor-joran diantara keluarga raja. Kalaupun ada investasi, lebih banyak dilakukan di luar negri baik dalam bentuk properti maupun saham yang dampak ekonominya ke dalam negri sangat kecil.

Keluarga kerajaan memang kaya raya, akan tetapi negara dan rakyat kebanyakan tidak. Mungkin belajar dari pengalaman buruk ini, Qatar dan UAE yang datang belakangan mampu memanfaatkan kekayaan alamnya dengan lebih baik.

Sebenarnya apa yang terjadi di dunia Arab saat ini, pernah dialami Eropa. Kalau saja bangsa Arab mau belajar dari pengalaman buruk bangsa Eropa, di mana persaingan dan keinginan untuk saling mendominasi, berujung pada pertikaian yang merugikan semua pihak, bahkan menimbulkan bencana kemanusiaan sebagaimana terjadi pada Perang Dunia Pertama dan kedua.

Kini, ketika setiap negara di Eropa fokus pada dirinya sendiri, sembari membangun kerjasama untuk saling membantu, bukan saja melahirkan perdamaian, lebih dari itu juga membuahkan kemakmuran bersama.

Semangat kabilah atau kabail yang saling bersaing dan keinginan untuk mendominasi di dunia Arab, kini muncul dalam wujud negara. Masing-masing merasa lebih hebat atau lebih berhak dari yang lainnya untuk memimpin. Sampai kapan fenomena ini akan berlangsung? Wallahua'lam.


Pengamat Politik Islam dan Demokrasi


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya