Kejaksaan Negeri Serang merampas uang Rp 40 miliar dari perkara pencucian uang. Fulus ini dari luar negeri.
Empat warga negara Indonesia yang terlibat pencucian uang sudah diadili. Mereka adalah Rahmawati, Chistian Tanos, Didin Solihin Aziz, dan Herman Sanjaya.
Pengadilan Negeri Serang memutus keempat terdakwa terbukti menerima transfer dana yang dicurigai merupakan seÂbagai pencucian uang. Masing-masing divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Perbuatan mereka memenuhi unsur dakwaan Pasal 82 UU Transfer Dana juncto Pasal 5 UU Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Kepala Kejaksaan Negeri Serang Azhari menjelaskan, para terdakwa bekerja sama dengan Udeze Celestine Namemeka alias Emeka, warga negara Argentina.
Kasus bermula saat Emeka menelepon Christian Tanos pada pertengahan 2017. Ia meminta dibuatkan rekening perusahaan PT Sinar Kawaluyaan. Namun karena rekening perusahaan berÂmasalah, dana batal ditransfer.
Pada November 2017, Emeka menghubungi Tanos lalu. Ia meÂminta dibuatkan perusahaan dan membuka rekening atas nama perusahaan.
PT Solar Turbines International pun didirikan. Tanos menyuruh Herman Sanjaya membuat rekÂening perusahaan ini. Rekening hendak dipakai menerima dari luar negeri.
Pada Januari 2018, Emeka memberi tahu Tanos bahwa telah mengirim uang 3.321.000 dolar Amerika ke PT Solar Turbines International. Uang itu setara Rp 43,9 miliar.
Uang dikirim berdasarkan inÂvoice tanggal 4 Januari 2018 atas nama Gasaducto Del Pacifico dari Argentina.
"Mereka sudah beberapa kali menarik uang," kata Azhari. Berdasarkan fakta persidangan, uangyang sudah diambil Rp 3,9 miliar saat para terdakwa di Bandung.
Adapun terdakwa Rahmawati berperan pembuka blokir rekenÂing karena memiliki kenalan di bank. Atas bantuannya, ia menerima Rp 700 juta.
Pelaku mengaku menggunaÂkan uang transfer dari luar negeri untuk keperluan pribadi. "TerÂdakwa tidak berhak karena tidak tahu asal-usul dan peruntukanÂnya tidak jelas. Dengan jumlah besar, maka timbul pertanyaan," kata Azhari.
Dalam persidangan terkuak uang itu tak terkait kasus koÂrupsi, illegal logging maupun narkotika. Namun pengiriman dana itu ke Indonesia dicurigai untuk pencucian uang.
Kembalikan Rp 3 Miliar Kemarin, Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menerima uang Rp 3 miliar dari keluarga MTeguh, terdakwa kasus korupsi pembangunan jalan akses Bandara Atung Bungsu Pagaralam.
Keluarga berharap pengemÂbalian kerugian negara ini bisa meringankan tuntutan hukuman Teguh.
Dalam perkara ini diduga terjadi kerugian negara Rp 5,3 miliar. Keluarga terdakwa berseÂdia mengembalikan semuanya. "Masih ada Rp 2,3 miliar lagi. Kami tunggu vonis di pengadiÂlan, akan kami bayarkan," kata Hanan Zulkarnaen mewakili keluarga terdakwa.
Asisten Pidana Khusus Kejati Sumsel Raimel Jesaja mengapreÂsiasi pihak terdakwa yang mau mengeluarkan uang korupsi. "Ini jadi pertimbangan kami," katanya.
Kasus ini diusut sejak 2013. Teguh sempat buron bertahun-tahun. Ia ditangkap 27 Agustus 2018 di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin IIPalembang usai haji.
Teguh pun diseret ke meja hijau. Kontraktor pembanguÂnan jalan akses bandara itu didakwa melakukan korupsi. Modusnya mengurangi voluma jalan, baik panjang, lebar dan ketebalannya.
"Total kerugian negara akibat ulahnya sebesar Rp 5,3 miliar dari total anggaran Rp 23 milÂiar," sebut Raimel.
Sebelumnya, pengadilan telah menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada Teddy Juniastanto, pejabat pembuka komitmen proyek ini.
Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pagaralam itu tidak melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan pengujian atas pekerjaan kontraktor. ***