Berita

Politik

REMBUK NASIONAL API ISLAM

Mahfud MD Bicara Islam Sontoloyo Dan Finalnya Pancasila

RABU, 27 FEBRUARI 2019 | 17:38 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Islam memiliki semangat merangkul kelompok lain. Semangat Islam seperti ini pernah berkobar pada masa kemerdekaan RI. Mestinya, semangat ini tetap dijaga dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Demikian diungkap Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Prof. Mohammad Mahfud MD saat rembuk nasional tentang Api Islam untuk Peradaban Indonesia Masa Depan di Ballroom Singosari, Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (27/2).

"Mengapa api Islam? Kami menyakini seyakin-yakinnya Indonesia ini merdeka itu karena juga api Islam yang berkobar. Sehingga Islam itu lalu bersatu membulatkan tekad, merangkul kelompok lainnya yang tidak Islam untuk bersama, berpikir tentang Indonesia dan memajukannya," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Hadir dalam rembuk nasional ini Menko PMK Puan Maharani, Musytasar PBNU Masykuri Abdillah, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua Syarikat Islam Hamdan Zoelva, dan Wakil ketua Umum PP Persis Jeje Zaenuddin dan sejumlah tokoh lainnya.

Mahfud menjelaskan singkat soal Gerakan Suluh Kebangsaan yang digagas tokoh lintas agama dan lintas organisasi politik. Ditekankannya, gerakan ini bukanlah gerakan politik praktis yang mengarah dukungan politik. Gerakan ini adalah gerakan high politic atau politik kebangsaan.

Kembali ke api Islam, diterangkan Mahfud, istilah ini digelorakan kali pertama oleh Presiden Soekarno. Bung Karno pernah mengatakan Islam akan sangat maju jika dilandasi semangat membangun kemajuan bangsa dan umat seperti dicontohkan Nabi Muhammad.

Persoalannya, pada waktu itu, Bung Karno menyebut banyak orang hanya menggunakan abunya Islam, bukan apinya Islam.

"Apa itu abunya Islam? Ya misalnya soal jenggot panjang itu wajib atau nggak, pakai sorban itu harus apa tidak, pakai jilbab itu harus apa tidak. Kalau bersuci pakai abu, kenapa tidak pake sabun? Itu semua hanya abu. Kata Bung Karno, Islam itu punya api semangat untuk memajukan sebuah bangsa, karena di dalam Islam banyak ajaran-ajaran yang mendorong ke arah kemajuan itu," urai Mahfud.

Mahfud yang juga Ketua Dewan Pembina MMD Initiative ini menerangkan, pemikiran Bung Karno bersinergi dengan pemikiran ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis) dan organisasi pada saat itu.

Setelah merdeka, tandas Mahfud, api Islam ini harus terus menyala untuk mempertahankan Indonesia. Indonesia tidak boleh lagi dijajah. Sebab, bangsa ini punya modal untuk maju. Lahirnya NKRI berdasarkan Pancasila karena api Islam yang mau menerima perbedaan-perbedaan dan bersatu di dalam ikatan kebangsaan seperti yang dibangun oleh Nabi Muhammad dulu ketika membangun negara Madinah.

Mahfud lantas menyinggung soal pihak yang pura-pura memperjuangkan Islam padahal aslinya untuk kepentingan diri sendiri. Bung Karno menyebut, kelompok ini dengan Islam sontoloyo.

"Sekarang ini muncul gejala baru yang dulu juga pernah dikatakan oleh Bung Karno munculnya Islam sontoloyo. Ini asik nih Bung Karno, ada api Islam, tapi ada juga Islam sontoloyo. Apa kata Bung Karno tentang Islam sontoloyo itu? Adalah orang menggunakan Islam untuk kepentingan dirinya sendiri, orang lain dianggap salah. Tapi dia bisa berubah kalau dia dapat keuntungan dari sebuah situasi. Pura-pura memperjuangkan Islam ini-itu, sesudah ditawari kamu duduk di sini, jadi pejabat ini, hilang itu. Tak punya semangat keislaman yang konsisten san menjual jual nama Islam," ungkapnya.

Pancasila, ditambahkan Mahfud adalah konsep final lantaran telah menjadi keputusan dari para pendiri bangsa dan juga para ulama terdahulu. Berkaitan dengan ini, gagasan negara khilafah, kata Mahfud, di dalam sumber primer ajaran Islam, tidak ada sistem yang baku tentang konsep khilafah. Sebab, pembentukan suatu negara didasarkan pada perkembangan zaman dan perbedaan masing-masing tempat.

"Islam mengatakan urusan sistem itu urusan perkembangan zaman dan perbedaan tempat. Sistem di zaman nabi dengan sistem sesudahnya beda. Lalu mana yang benar? Semua benar, karena itu ijtihad masing-masing tempat dan orang Indonesia. Tokoh-tokoh Islam Indonesia sudah berijtihad, Bung Karno, Bung Hatta, Mohammad Yamin, Wahid Hasyim, Hasyim Asyari, Bagus Hadi Kusumo, KH Ahmad Dahlan semua sudah membahas inilah negara yang cocok untuk Indonesia. Sehingga mari kita bangun ke depan moderasi Islam ini," pungkas Mahfud.[dem]

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Sehari Usai Pencoblosan, Pj Gubernur DKI Lantik Walikota Jakpus

Kamis, 28 November 2024 | 22:00

Timses Zahir-Aslam Kena OTT Dugaan ‘Money Politik’ di Pilkada Batubara

Kamis, 28 November 2024 | 21:51

Polri Perkuat Kerja Sama Bareng Dukcapil Kemendagri

Kamis, 28 November 2024 | 21:49

KPK Tahan 3 Ketua Pokja Paket Pekerjaan Perkeretaapian DJKA

Kamis, 28 November 2024 | 21:49

Firli Bahuri Tak Hadiri Pemeriksaan Polisi karena Ada Pengajian

Kamis, 28 November 2024 | 21:25

Ini Kebijakan Baru Mendikdasmen Untuk Mudahkan Guru

Kamis, 28 November 2024 | 21:22

Rupiah Terangkat Pilkada, Dolar AS Masih di Rp15.800

Kamis, 28 November 2024 | 21:13

Prabowo Menangis di Depan Ribuan Guru Indonesia

Kamis, 28 November 2024 | 21:11

Pengamat: RK-Suswono Kalah karena Meremehkan Pramono-Doel

Kamis, 28 November 2024 | 21:04

Perbaiki Tata Ekosistem Logistik Nasional, Mendag Budi Sosialisasi Aturan Baru

Kamis, 28 November 2024 | 21:02

Selengkapnya