Berita

Sani Abdul Fatah/RMOL

Politik

Kasus SM Dihentikan, Sani: Pemerintah Mau Kampanye Ramah Ulama?

RABU, 27 FEBRUARI 2019 | 13:20 WIB | LAPORAN: TUAHTA ARIEF

Kepurusan Polri untuk menghentikan kasus dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif tidak berarti begitu saja bisa dikatakan bahwa itu merupakan bukti pemerintahan Joko Widodo tidak mengkriminalisasi ulama.

Pasalnya,  memang sejak awal tidak ada bukti dan mens rea (niat jahat) dari Slamet Maarif.

"Kami menyambut baik penghentian penyelidikan terhadap kasus  Ustaz Slamet Maarif. Tapi perlu diingat, sejak awal kami sudah yakin bahwa acara Tabligh Akbar 212 di Solo itu tidak mengandung unsur pelanggaran  pemilu. Jadi bukan sama sekali berarti Pemerintah berniat baik," kata Ketua GNPF Ulama Kota Binjai, Ustaz Sani Abdul Fatah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (27/2).


Menurut Aktivis 212 itu, penghentian kasus itu Slamet Maarif tidak bisa digelindingkan sebagai sebuah opini yang menafikkan sejumlah pemaksaan pidana kepada sejumlah aktivis islam sebelumnya.

"Mana bisa kemudian penghentian kasus ini diklaim sebagai kebijakan yang adil dan menghapus semua peristiwa pemaksaan pidana kepada aktifis dan ulama islam sebelumnya. Pemerintah mau kampanye ramah ulama?" kata Ustaz Sani.

"Slamet Maarif tidak terbukti bersalah. Dan itu bukan berarti pemerintah tidak melakukan kriminalisasi terhadap ulama," tandas Sani.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menyatakan bahwa pemberhentian kasus dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Slamet Maarif adalah bukti pemerintah tidak melakukan kriminalisasi ulama.

"Ini bukti Polri bekerja promoter (profesional, modern, dan terpercaya) dan tidak ada sama sekali kriminalisasi ulama," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (26/2). ***

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya