Berita

Nasaruddin Umar/Net

Etika Politik Dalam Al-Qur'an (11)

Bhinneka Adalah Rahmat

RABU, 06 FEBRUARI 2019 | 09:13 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

NABI Muhammad Saw per­nah menyatakan: Iikhtilafu baina ummati rahmah (Per­bedaan di antara umatku adalah rahmat). Pernyataan ini semula sulit diterima oleh kalangan sahabat Nabi, karena dalam tradisi masyarakat yang bercorak ke­sukuan (qabiliyyah) selalu dibiasakan pola hidup kemasyarakatan yang homogen. Ketika ayat demi ayat turun juga me­nolerir perbedaan maka semakin terbukalah pandangan dan wawasan bangsa Arab bahwa perbedaan tidak mesti diartikan sebagai anca­man. Inilah reformasi paling mendasar ditancap­kan ajaran Islam di dalam masyarakat. Ketika masyarakat belum terbiasa dengan perbedaan tiba-tiba Islam tampil menyebarkan pola hidup keterbukaan. Wajar jika resistensi para elite dan bangsawan Arab menolak dan bahkan ber­maksud membinasakan Nabi Muhammad Saw. Bukan karena Nabi tidak baik atau berakhlak buruk, tetapi mereka tidak ingin kedudukannya terancam dengan tradisi baru yang dikenalkan Al-Qur'an di dalam masyarakat.

Banyak ayat dalam Al-Qur'an yang mengi­syaratkan perbedaan dan pluraltas (bhinneka) sebagai sebuah keniscayaan. Keberagaman itu sendiri adalah dianggap sunnatullah. Menolak keragaman berarti menolak sunnatullah. Da­lam Al-Qur'an ditegaskan: Wa lau sya'a Rab­buka laja'alnakum ummatan wahidah (Jika Tu­han-Mu gmenghendaki niscaya ia menjadikan kalian suatu umat). Dalam ayat tersebut Allah Swt menggunakan kata/huruf lau, bukannya in atau idza. Dalam kaedah Tafsir dijelaskan, apa­bila Allah menggunakan kata lau (jika) maka sesungguhnya hampir mustahil kenyataan itu tidak akan pernah mungkin terjadi. Kalau kata in (jika) kemungkinan kenyataan itu bisa terjadi bisa juga tidak, dan kalau kata idza (jika) pasti kenyataan yang digambarkan itu akan terjadi. Masalahnya sekarang kamus bahasa Indone­seia kita tidak memiliki kosa kata sepadan den­gan bahasa Arab, sehingga keseluruhannya diartikan dengan "jika" tanpa kualifikasi.

Konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia tidak jarang terjadi karena dipicu sentimen perbe­daan penafsiran kitab suci. Ada segolongan sering memperatasnamakan suatu penafsiran lalu me­nyerang kelompok lain, karena mengklaim dirinya paling benar. Ironisnya, tidak jarang terjadi justru terkadang kelompok minoritas yang menyatakan kelompok mayoritas atau mainstream yang sesat. Kelompok pemurni ajaran (puritanisme) seringkali mengklaim diri paling benar dan mereka merasa perlu membersihkan ajaran agama dari berba­gai khurafat dan bid'ah. Namun kelompok may­oritas yang diobok-obok seringkali di antaranya tidak menerima serangan pembid’ahan itu karena merasa dirinya berdasar dari sumber ajaran dan dipandu oleh ulama besar. Akibatnya kelompok mayoritas melakukan penyerangan terhadap kel­ompok minoritas.

Sesungguhnya kasus seperti tersebut di atas bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara mayoritas muslim lain juga ser­ing ditemukan. Penyerangan aliran yang diang­gap "sesat" oleh majlis ulama seringkali menjadi target. Di antara berbagai golongan saling meng­kafirkan dan saling usir-mengusir dan bahkan bunuh-bunuhan lantaran dipicu penafsiran sum­ber ajaran agama. Tentu saja kenyataan ini san­gat disesalkan karena mereka sama-sama berpe­gang kepada kitab suci yang sama tetapi mereka saling bermusuhan satu sama lain. Di Indonesia yang mengenal motto Bhinneka Tunggal Ika se­harusnya konflik horizontal tidak perlu terjadi. Meskipun suku, etnik, agama dengan berbagai aliran dan mazhabnya berbeda-beda namun per­samaan historis sebagai satu bangsa yang per­nah mengalami pahit getirnya perjuangan mela­wan penjajah membuat perbedaan-perbedaan tersebut ibarat sebuah lukisan yang berwarna-warni membuat lukisan itu menjadi lebih indah. 

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Tulisan 'Adili Jokowi' Curahan Ekspresi Bukan Vandalisme

Minggu, 09 Februari 2025 | 07:36

Prabowo Harus Mintai Pertanggungjawaban Jokowi terkait IKN

Minggu, 09 Februari 2025 | 07:26

Penerapan Dominus Litis Melemahkan Polri

Minggu, 09 Februari 2025 | 07:03

Rontok di Pengadilan, Kuasa Hukum Hasto Sebut KPK Hanya Daur Ulang Cerita Lama

Minggu, 09 Februari 2025 | 06:40

Senator Daud Yordan Siap Naik Ring Lagi

Minggu, 09 Februari 2025 | 06:17

Penasihat Hukum Sekjen PDIP Bongkar Kesewenang-wenangan Penyidik KPK

Minggu, 09 Februari 2025 | 05:53

Lewat Rumah Aspirasi, Legislator PSI Kota Tangerang Ajak Warga Sampaikan Unek-Unek

Minggu, 09 Februari 2025 | 05:36

Ekonomi Daerah Berpotensi Merosot akibat Sri Mulyani Pangkas Dana TKD

Minggu, 09 Februari 2025 | 05:15

Saat yang Tepat Bagi Prabowo Fokus MBG dan Setop IKN

Minggu, 09 Februari 2025 | 04:57

7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat Menuju Indonesia Emas

Minggu, 09 Februari 2025 | 04:42

Selengkapnya