MENGAPA konsep ummah begitu cepat dan mudah diteriÂma? Mengapa begitu gampang menembus batas geografis dan merasuk di dalam lapis-laÂpis budaya masyarakat lokal? Jawabannya karena konsep ummah dibangun di atas asas universal. Konsep ummah IsÂlam mempunyai kekuatan baÂtin sehingga membuat sasaran-sasarannya tidak kuasa menolaknya. Bukan hanya gagasannya masuk akal tetapi juga sehati dengan masyarakat. Apabila stelsel ummah bersentuhan suatu negeri maka serta merta negeri itu respek dan merelakan diri tunduk di bawah spirit konsep ummah. Asas uniÂversal ummah inilah kemudian melahirkan kebuÂdayaan Islam.
Kemudahan penetrasi kebudayaan dan perÂadaban Islam disebabkan karena asas peradaÂban Islam sangat universal dan seolah tidak menimbulkan ancaman bagi kekuatan-kekuaÂtan lokal. Penerimaan konsep ummah tidak menimbulkan ancaman terhadap pusat-pusat kerajaan dan pemerintahan setempat. KalauÂpun ada maka itu memang sejalan dengan nilai-nilai luhur lokal mereka. Para penguasa lokal tetap saja bisa melanjutkan kekuasaan dan pengaruhnya tanpa harus terusik dengan kehadiran orang baru. Uang dihadirkan dalam konsep ummah ialah ajaran, bukan orang.
Di antara asa universal ummah ialah: 1) al-ikha, yaitu menjunjung tinggi rasa persaudaraan kemaÂnusiaan antara para pendatang dan penduduk lokal. Program al-ikha' ini dicontohkan Nabi ketika hijarah ke Madinah. Laki-laki pendatang (muhajiÂrin) dikawinkan dengan perempuan pribumi (anÂshar). Demikian pula sebaliknya, laki-laki anshar dikawinkan dengan perempuan muhajirin. AkibatÂnya pembauran genetik yang dampaknya sangat strategis secara psikologis sangat penting. GenÂerasi penerus kedua kelompok tidak direpotkan lagi dengan isu pribumi dan pendatang, karena terjadi pembauran untuh antara keduanya. 2) Al- Musawa, yaitu prinsip persamaan. Islam memÂperkenalkan asas peradabannya dengan prinsip persamaan (al-musawa). Baik sebagai sesama makhluk biologis, sesama pewaris sejarah peradaÂban masa lalu, dan bentuk-bentuk persamaan lainÂnya. Islam selalu atau lebih sering mengedepankan prinsip persamaan (principle of identity) ketimbang prinsip perbedaan (principle of negation). Prinsip persamaan ini didasari oleh banyak ayat antara lain Q.S. S. aal-Hujurat/49:13).
3) Al-Tasamuh, yaitu prinsip toleransi. Islam buÂkan hanya mewacanakan toleransi sebagaimana banyak disinggung di dalam Al-Qur'an, antara lain Q.S. al-Kafirun/109:1-6), tetapi juga diprakÂtekkan dalam lintasan sejarah umat Islam di berÂbagai Negara, dari dulu sampai sekarang. Tidak kurang dari 15 kali kata Nashara (Kristen) dan 10 kali kata Yahudi disebutkan di dalam Al-Qur’an. Bahkan agama-agama minoritas non Abrahamic Religion seperti Al-Shabi'in. Ini semua menggamÂbarkan adanya spirit toleransi di dalam perkemÂbangan kebudayaan dan peradaban Islam. 4) Al-Musyawarah yang sudah menjadi bahasa InÂdonesia (musyawarah) yang tidak lain maknanya adalah demokrasi, yaitu memberi kesempatan seÂcara terbuka kepada semua pihak mengedepankÂan pendapatnya secara merdeka, tanpa harus khawatir sedikit pun kepada siapapun, kerena prinsip demokrasi ini sesuai dengan anjuran AlÂlah swt di dalam Q.S. Ali 'Imran/3:159). Allah Swt juga memberi contoh dengan berdialog dengan para malaikat tentang rencana penciptaan amÂnesia (Q.S. al-Baqarah/2:30 dst), berdialog denÂgan Iblis (Q.S. al-Hijr/15:32), dan manusia (Q.S. al-A’raf/7:172). 5) Al-Mu'awanah, yaitu prinsip tolong menolong atau gotong royong. Prinsip ini didukung banyak seruang di dalam Al-Qur'an dan hadis. Atara lain Q.S. al-Maidah/5:2). Kelima asas ini menjadi faktor mudahnya diterima tawaran peradaban Islam di dalam dunia internasional.