Angka penurunan kemiskinan sangat kecil, sehingga akan sulit untuk mencapai target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan, Ecky Awal Mucharam mengatakan, target presentase penduduk miskin turun menjadi 6-8 persen pada akhir tahun 2019.
"Jadi kondisi saat ini masih jauh dari target dan ini bukan sebuah prestasi yang bisa dibanggakan. Terlebih kita melalui DPR juga sudah alokasikan juga anggaran yang sangat besar tetapi pemerintah belum efektif bekerja," tegasnya menanggapi rilis penurunan kemiskinan BPS yang baru saja dilansir.
Bisa disimpulkan, lanjut Ecky, pemerintah gagal mencapai target penurunan kemiskinan.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumukan persentase penduduk miskin pada September 2018 sebesar 9,66 persen, turun 0,16 persen dibandingkan Maret 2018. Angka tersebut juga turun 0,46 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 10,12 persen.
Jumlah penduduk miskin pada September 2018 sebesar 25,67 juta orang, turun 275,2 ribu orang dibandingkan Maret 2018.
"Tentu dengan lonjakan bantuan sosial yang anggarannya tahun 2018 dinaikkan dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya tentunya pasti menurun. Tetapi ini bukan prestasi yang luar biasa, karena masih jauh dari target," papar Ecky.
Ia menengarai lonjakan dana bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat miskin yang bertepatan dengan pelaksanaan Survei Sosial Ekonomi Nasional yang menjadi sumber penghitungan angka kemiskinan menurun.
Anggaran bansos tahun 2018 mencapai Rp 78,2 triliun atau naik 41 persen dibanding tahun sebelumnya. Jumlahnya juga paling tinggi pada masa pemerintahan Jokowi-JK.
Pada 2016, alokasi dana bansos hanya Rp 49,61 triliun.
Kenaikan alokasi bansos menjelang masa pemilihan presiden memang jamak terjadi, dan pada era Jokowi kenaikannya terbilang luar biasa.
Ia mencatat selama dua periode pemerintahan SBY juga ditemukan hal serupa pada 2008-2009 dan 2013-2014. Pada 2009, dana bansos naik 27 persen dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan pada 2013, alokasinya naik 21 persen.
"Yang mengkhawatirkan kalau politik bansos hanya menjelang Pemilu maka pengentasan kemiskinan kita bersifat semu. Jika anggaran bansos berkurang, otomatis jumlah rakyat miskin akan kembali naik," jelasnya.
Ecky menegaskan bahwa kinerja pemerintah saat ini dalam menurunkan kemiskinan juga lebih buruk dari pemerintahan sebelumnya.
Menurutnya jika membandingkan indikator kemiskinan dalam dua periode, pemerintahan SBY periode pertama mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 2,51 persen dari 16,66 persen pada 2004 menjadi 14,15 persen pada akhir 2009.
Pada periode kedua, pemerintahan SBY menurunkan angka kemiskinan sebesar 3,19 persen, dari 14,15 persen menjadi 10,96 persen. Rata-rata penurunan per tahun 0,57 persen.
Adapun selama empat tahun pemerintahan Jokowi, angka kemiskinan turun 1,14 persen atau rata-rata 0,28 persen per tahun.
Dengan kata lain, lanjut Ecky, secara data menunjukkan kapasitas pemerintah saat ini dalam menurunkan kemiskinan lebih rendah. Garis kemiskinannya juga masih rendah Rp 410 ribu per kapita perbulan atau Rp 13.700 per hari.
"Jadi masih memprihatinkan dan tidak perlu diglorifikasi sebagai kinerja hebat pemerintah. Dan ingat ini juga masih jauh dari target RPJMN dengan angka 6-8 persen akhir tahun 2019, pungkasnya.
[wid]