Berita

Foto: Net

Bisnis

Capres-Cawapres Terkorelasi Bisnis Tambang, Ruang Hidup Rakyat Sulit Dijamin

SENIN, 07 JANUARI 2019 | 10:39 WIB | LAPORAN:

Persoalan tambang yang kian pelik di Indonesia nyatanya tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Justru yang terjadi empat tahun terakhir ini, dalam catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), proses masuknya investasi pertambangan begitu mudah, tanpa hambatan.

"Kebijakan pertambangan, berikut produk hukum yang dihasilkan pun tidak dibuat untuk menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan, tetapi lebih mengakomodasi kepentingan korporasi dan pemerintah itu sendiri," tutur Kepala Kampanye Nasional Jatam, Melky Nahar dalam keterangannya.


Adapun peraturan perundang-undangan dibuat, tidak diikuti langkah implementatif yang tegas.

"Contoh nyata bisa kita temukan dalam kasus pertambangan di dalam kawasan konservasi yang jumlahnya mencapai 369 izin tambang," ujarnya.

Selain itu, juga di kawasan hutan lindung yang jumlah izinnya mencapai 1.710 Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Tak sebatas itu, pulau-pulau kecil di Indonesia yang memiliki tingkat kerentatan yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan bencana alam, tidak mempunyai hinterland yang jauh dari pantai, memiliki daya dukung terbatas terutama ketersediaan air tawar juga menjadi sasaran empuk dari investasi pertambangan.

Melky memaparkan, setidaknya sudah 154 konsesi tambang mineral dan batubara yang tengah mengobrak-abrik 52 pulau kecil di Indonesia. Mulai dari Pulau Gee, Pulau Pakal, Pulau Mabuli di Provinsi Maluku Utara, Pulau Romang, Pulau Wetar, Taliabu di Provinsi Maluku, Pulau Bangka di Sulawesi Utara, Pulau Bunyu di Kalimantan Utara, dan puluhan pulau kecil lainnya di Indonesia.

Padahal, pulau-pulau kecil ini memiliki banyak sumber daya yang sesungguhnya mampu menunjang pembangunan dan kebutuhan pangan, baik untuk kebutuhan domestiknya maupun skala nasional.

Jatam berpandangan selama empat tahun rezim JokoWidodo-Jusuf Kalla tak ada upaya serius untuk bisa menjamin ruang hidup warga negara terselamatkan.

“Yang terjadi adalah persoalan sistemik ini dibiarkan. Bahkan tak jarang menambah persoalan baru dengan membuka kran investasi yang sama, selebar-lebarnya," ujarnya.

Kondisi ini tentu akan semakin parah mengingat dua pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 memiliki korelasi yang kuat dengan industri pertambangan.

Di lingkaran kubu Jokowi-Ma’ruf, misalnya, beber Melky, terdapat sejumlah nama penting yang selama ini tercatat ikut berbisnis dan berkaitan dengan pertambangan batubara di Indonesia, mulai dari Luhut Binsar Pandjaitan dengan perusahaan Toba Bara Sejahtera, yang terlibat bisnis pertambangan batubara, migas, pembangkit tenaga listrik, kehutanan dan kelapa sawit, properti, dan perindustrian.

Selain Luhut Binsar Pandjaitan, terdapat nama Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam yang menempat posisi wakil bendahara di TKN Jokowi-Ma’ruf.

"Haji Isam sendiri memiliki bisnis batubara melalui Jhonlin Baratama Group di Kalimantan Selatan," sebutnya.

Sementara di lingkaran kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno juga begitu gamblang, di mana keduanya bagian dari bisnis batubara itu sendiri.

Prabowo melalui Nusantara Group, berinvestasi di sektor tambang batubara, kelapa sawit, kehutanan, kertas dan bubur kertas, dan perusahaan jasa.

Sedangkan, cawapresnya memiliki sejumlah bisnis tambang, mulai dari Saratoga Group yang sahamnya baru saja dijual kepada perusahaan milik Luhut Panjaitan, Toba Bara. Sandiaga juga tercatat sebagai pemilik saham di salah satu perusahaan terbesar Batubara, yakni Adaro Group.

"Mencermati sepak terjang dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, berikut elit politik dan pebisnis di lingkaran masing-masing kubu pasangan calon, tampaknya Pemilu 2019 tidak berdampak signifikan pada upaya menyelamatkan ruang hidup rakyat yang tersisa," tengarainya.

Menurut dia, Pemilu 2019 cenderung diselimuti kepentingan para elit politik dan pebisnis, semata untuk mengamankan sekaligus mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Sementara rakyat, tetap akan berjuang sendirian menyelamatkan ruang hidup dari cengkeraman investasi pertambangan.

"Yang semuanya menggunakan jubah pembangunan, tapi bukan untuk kemashlatan warga negara," tutup Melky.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya