Berita

Foto: Net

Bisnis

Utang Negara Produktif Untuk Infrastruktur, PKS: Penyesatan Logika Masyarakat

SENIN, 07 JANUARI 2019 | 07:48 WIB | LAPORAN:

Kementerian Keuangan, melalui Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi menyatakan utang yang dimiliki pemerintah termasuk kategori produktif karena digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

"Pernyataan tersebut merupakan upaya penyesatan logika masyarakat, karena utang pemerintah akan tercatat secara terpusat sebagai pembiayaan pemerintah, yang nantinya akan dipakai untuk semua pos belanja," tegas anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam dalam keterangan tertulisnya.

Ecky menjelaskan, utang dalam negeri pemerintah tidak bersifat spesifik untuk satu pos belanja tertentu seperti infrastruktur. Pembiayaan digunakan untuk menutup defisit, di mana pos belanjanya merupakan akumulasi dari semua pos belanja.
 

 
"Masyarakat perlu diedukasi bahwa justru pos belanja pegawai dan belanja barang tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan belanja modal," terangnya.

Semenjak 2014, urai Ecky, pos belanja pegawai dan belanja barang telah tumbuh sebesar berturut-turut 49,7 persen dan 92 persen. Sedangkan belanja modal hanya tumbuh 37 persen.

"Jadi dari sisi mana bisa diklaim produktif," kritiknya.

Justru, lanjut dia, utang pemerintah bisa membengkak akibat adanya mismanajemen anggaran, terutama di tahun 2015 dan 2016. Target penerimaan yang tidak realistis menyebabkan pemerintah harus menambah utang untuk menutup shortfall tersebut, sehingga pada akhir tahunnya realisasi defisit Indonesia membengkak.

"Contohnya 2015 yang bertambah sebesar Rp 76 trilun dan 2016 yang bertambah Rp 35 triliun," sebut legislator asal Jawa Barat ini.

Ecky melanjutkan, kedua defisit itu terjadi karena mismanajemen dengan kata lain bersifat tidak terencana, yang pada akhirnya akan memiliki efek minimum bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Di titik ini justru rakyat dirugikan," tegasnya.

Defisit yang tidak terencana tersebut justru merugikan, terutama karena akhirnya tidak dapat terserap secara optimal. Hal ini terlihat dari besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) pada tahun 2015 sebesar Rp 24 triliun dan 2016 mencapai Rp 26 Triliun.

"Silpa ini justru merugikan, karena artinya pemerintah berutang tetapi tidak digunakan dan sudah menanggung beban bunga yang ada," tutup Ecky.[wid]



Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya