Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menyatakan, tuduhan dumping dari berbagai negara masih akan menghantui dan menjadi tantangan industri pada tahun depan. Meskipun begitu, industri ini diprediksi tumbuh 5 persen tahun 2019.
Ketua APKI Aryan Warga Dalam menyatakan, saat ini, pasar sedang bertumbuh dengan baik dan permintaan dunia masih meningkat sekitar 2 persen. KonÂdisi ini diyakini berlanjut pada tahun depan. Walaupun demikian, industri pulp dan kertas memiliki tantangan utama yang menghamÂbat pertumbuhan secara optimal.
"Tantangan tahun depan itu, karena kami punya daya saing, jadi dituduh dumping terus, seperti Amerika Serikat (AS), Australia, India, Pakistan, dan Korea Selatan," ujarnya di JaÂkarta, kemarin.
Seperti diketahui, ASdan AusÂtralia menganggap Indonesia melakukan praktik Particular Market Situation (PMS). Menurut Arya, tudingan aksi dumping pulp dan kertas asal Indonesia oleh AS disebabkan kesalahan Negara Paman Sam dalam menentukan harga acuan komoditas tersebut.
Dalam kasus tersebut, AS mengacu pada harga pulp asal MalayÂsia yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Akibatnya, produsen Indonesia dituding memberikan subsidi atas produk ekspornya.
Pada tahun lalu, AS menuding produk coated paper dan uncoated paper dari Indonesia dikenai subsidi sehingga harga jualnya lebih rendah. Adapun, di Australia tudingan serupa ditujukan kepada produk A4 copy paper yang masih dalam proses negosiasi di Organisasi Dagang Internasional (
World Trade Organization/WTO).
Kendati demikian, Aryan masih optimistis industri pulp dan kertas masih bisa tumbuh 5 persen pada tahun depan. Apalagi, peluang pasar masih terbuka dan kapasitas produksi pulp dan kertas meningÂkat karena ada perluasan. "Harga juga masih bagus, apalagi tahun depan ada permintaan kertas untuk pemilu," katanya.
Sepanjang tahun ini, nilai ekspor kertas dan pulp diproyeksikan tembus 7 miliar dolar AS. Dengan estimasi ini, maka nilai ekspor produk pulp dan kertas akan melonjak 20,7 persen dari capaian 2017 sebesar 5,8 miliar dolar AS.
Saat ini tercatat, kapasitas produksi kertas Indonesia sebeÂsar 16 juta ton per tahun dan pulp sebesar 11 juta ton per tahun. Pasar utama ekspor pulp dan kertas Indonesia adalah kawasan Asia, seperti China, Korea Selatan, InÂdia, Arab Saudi, dan Jepang.
Secara global, industri pulp Indonesia merupakan produsen terbesar kesepuluh, sementara inÂdustri kertas menempati peringkat keenam. Di wilayah Asia, IndoneÂsia merupakan produsen peringkat ketiga untuk industri pulp dan dan keempat untuk industri kertas.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian (KeÂmenperin) Ngakan Timur mengataÂkan, industri pulp dan kertas harus terus meningkatkan kinerja meski diterpa isu dumping. "Industri ini harus menggunakan teknologi terkini agar daya saing lebih komÂpetitif di pasar global," ujarnya.
Menurut Ngakan, berdasarkan kebijakan industri nasional, inÂdustri pulp dan kertas merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas dalam pengembanganÂnya. "Hal ini karena Indonesia punya potensi terutama terkait bahan baku, di mana produktiviÂtas tanaman kita jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara pesaing," tuturnya.
Industri pulp dan kertas juga menyerap sebanyak 260 ribu tenaga kerja langsung dan 1,1 juta tenaga kerja tidak langsung. Maka itu, industri pulp dan kerÂtas tergolong sektor padat karya dan berorientasi ekspor.
Guna mendongkrak kemamÂpuan industri pulp dan kertas nasional, Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) sebagai salah satu lembaga riset di bawah BPPI Kemenperin juga telah berperan aktif dalam upaya pengembangan standar hijau. ***