Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tidak akan menaikkan tarif cukai rokok hasil tembakau (HT) di tahun depan. Meski demikian, petani tembakau masih khawatir ada kebijakan lain yang menghantam usahanya.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menjelaskan, dari pengamatannya selama ini, usaha tembakau mendapatkan hanÂtaman tidak hanya dari sisi cukai. Menurut dia, masih ada kebijakan lain yang merugikan produk tembakau. Untuk perÂsoalan tembakau dibutuhkan sinergi dari semua stakeholder.
"Untuk ke depannya kita ingin dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian ya semua Kementerian PerekonoÂmian dalam membuat kebijakan bisa sejalan tidak bertentangan dengan kebijakan lain," ujar Soeseno kepada Rakyat Merdeka di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, kemarin.
Kementerian Keuangan meÂmang tidak jadi menaikkan temÂbakau, tapi dia masih khawatir, dari Kementerian lain atau Pemerintah Daerah (Pemda) melahirÂkan kebijakan baru. Menurutnya, selama ini kebijakan tentang temÂbakau belum sepenuhnya menduÂkung industri dan pertanian.
"Mereka punya kebijakan, program atau peraturan-peraÂturan itu berbeda-beda terkait tembakau atau rokok. Maka perlu dibuat kebijakan yang tidak bertentangan atau tidak tumpang tindih dengan peraturan sebelumnya," harap Soeseno.
Dia mengusulkan, jelang TaÂhun Baru ini, semua stakeholder bisa bertemu dan mendiskusikan solusi atas persoalan tembakau. Dari pertemuan yang melibatkan Kementerian terkait, Pemda, dan pelaku usaha, bisa melahirkan roadmap yang tepat.
"Jelas kita menginginkan adanya kebijakan yang komprehensif. Tidak masing-masing ada kebiÂjakan dan bertentangan," katanya.
Menurutnya, jangan seolah-olah melestarikan tembakau tetapi melarang-larang yang ujung-ujungnya bisa membunuh dan mematikan usaha.
Soeseno menegaskan, Kementerian Pertanian (Kementan) wajib memberikan perhatian nyata. Dia mengakui, memang persoalan pangan harus lebih diuÂtamakan. Tapi produk tembakau jangan dianggap tidak serius.
Para petani berharap, Kementan membantu mereka. "Petani tembakau dituntut harus memÂbuat atau menjadikan tembakau low nikotin. Lalu bagaimana dengan upaya Kementerian Pertanian membantu membuat tembakau kita jadi low nikotin," tanyanya.
Dihantam RegulasiDirektur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menilai, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terÂhadap industri akan menentukan keberlangsungan industri dan usaha yang terkait. Apalagi, inÂdustri hasil tembakau (IHT) meruÂpakan salah satu penyumbang penerimaan negara dari sektor cukai nomor 3 terbesar di IndoneÂsia. Namun kini, industri tersebut dihantam beberapa regulasi.
"Di antaranya, penerapan tarif cukai, PPN pajak rokok, hingga tarif bea masuk terhadap impor tembakau. Kebijakan-kebijakan di industri ini pun kerap menjadi polemik karena setiap tahun ada kebijakan baru yang harus diterapkan," katanya.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan, alaÂsan tidak menaikkan tarif cukai rokok atau IHT di tahun depan karena mempertimbangkan beÂberapa aspek.
Di antaranya, besarnya konÂtribusi industri rokok terhadap penerimaan negara hingga lapangan pekerjaan. Kontribusi fiskal tembakau sebesar 61,4 persen. "Makanya kita harus hati-hati sekali menerapkan industri rokok," ujar Nirwala.
Keputusan ini juga meruÂpakan lanjutan dari penetapan kebijakan cukai HT Tahun 2018 melalui PMK tentang Perubahan Atas PMK 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Pokok-pokok perubahan keÂtentuan itu di antaranya, tidak ada kebijakan kenaikan tarif cuÂkai HT maupun kenaikan batasan Harga Jual Eceran minimum, seÂhingga tetap mengacu pada Pasal 6 dan 7 PMK 146/2017.
Nirwala mengungkapkan, setidaknya pemerintah sudah 6 kali tidak menaikkan tarif cukai HT, termasuk tahun ini. "2001, 2003, 2004, 2008, 2014 dan yang terakhir 2018," tandasnya. ***