Berita

Presiden Joko Widodo/Net

Politik

Membandingkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dengan Lebih Adil

SELASA, 18 DESEMBER 2018 | 16:32 WIB | OLEH: GEDE SANDRA

TAHUN lalu, kita masih ingat, media di Indonesia ramai dengan polemik tentang seberapa tinggi pertumbuhan ekonomi (Produk Domestik Bruto/GDP) Indonesia dibandingkan negara-negara di Dunia.

Sebenarnya diawali pada November 2016, diawali dengan pidato Presiden Jokowi pada acara Rapimnas Partai Amanat Nasional (PAN)  tanggal 13 November 2016, yang mengklaim pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh tertinggi ketiga di Dunia setelah China dan India.

Saat itu, akhir tahun 2016, klaim tersebut belum menuai polemik, sampai Jokowi mengulanginya beberapa kali lagi di pidatonya tahun 2017. Yang pertama pada Februari 2017, di acara Partai Hanura, masih belum menuai polemik.


Barulah ketika Jokowi mengulangi lagi klaimnya tersebut di luar negeri, pada acara forum bisnis Indonesia-Hongkong (1/5/2017), klaimnya digugat.

Seorang jurnalis asing, Jake Van Der Kemp, menulis di media South China Morning Post (2/5/2017), yang intinya mempermalukan Jokowi dengan klaim “bodoh”-nya tersebut. Karena, menurut Jake, untuk di Asia saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di peringkat ke-13.

Sindir Jake, “Ketiga di Dunia, benarkah? Dunia apakah itu?”

Akhirnya ramai-ramai pejabat Indonesia, seperti Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Teten Masduki dan Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro, memberikan klarifikasi, bahwa yang dimaksud oleh Jokowi sebenarnya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi ketiga di antara negara-negara G-20.

Kemudian, seperti hendak mengobati malu, sepanjang tahun 2017 tersebut, dalam berbagai pidatonya, Jokowi terus menerus membanggakan perbandingan pertumbuhan ekonomi Indonesia di antara 20 negara dengan perekonomian terbesar tersebut. Sampai bulan Februari 2018, masih ada  pejabat Kementerian Keuangan yang membanggakan perbandingan tersebut.    

Pertanyaannya, apakah adil membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara-negara G-20?

Sayang sekali, membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara-negara maju di G-20 tidak adil, cenderung menyesatkan.

Ukuran dari negara maju adalah negara dengan pendapatan (PDB) perkapita di atas 10.000 dolar AS. Rata-rata PDB perkapita negara G-20 adalah 27.878 dolar AS.

Sementara PDB perkapita Indonesia hanya 3.788 dolar AS, sehingga baru dapat dikategorikan sebagai negara berkembang (PDB perkapita < 10 ribu dolar AS), bukan negara maju.

Bersama Indonesia, ada beberapa negara lain yang masuk kategori negara berkembang di G-20, yaitu India (2.016 dolar AS), Meksiko (9.614 dolar AS), China (9.633 dolar AS), Afrika Selatan (6.560 dolar AS), dan Turki (8.715 dolar AS).

Negara-negara maju umumnya tidak akan ada yang dapat tumbuh di atas 3 persenm dibuktikan dari rata-rata pertumbuhgan PDB negara G-20 yang hanya 2,43 persen.

Rendahnya pertumbuhan ekonomi ini terjadi karena rakyat di negara-negara maju sudah memiliki semuanya. Sehingga tidak ada permintaan yang baru atau yang bersifat ekspansi, yang ada hanya permintaan terhadap barang pengganti (replacement demand) dan ganti model.

Karena itu lebih adil, di dalam G-20, bila membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia (5,1 persen) dengan China (6,6 persen), India (7,3 persen), Meksiko (2,2 persen), Afrika Selatan (0,8 persen), dan Turki (3,3 persen). Beruntung dari 6 negara berkembang ini Indonesia masuk peringkat ketiga.

Namun, akan lebih adil lagi bila membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan seluruh negara di dunia.

Berdasarkan IMF DataMapper tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia (5,1 persen) menempati peringkat ke-35 di Dunia. Dari 34 negara yang pertumbuhan lebih tinggi dari Indonesia, hanya 2 negara yang PDB perkapitanya masuk kategori negara maju, yaitu Malta (30.555 dolar AS) dan Macao (81.585 dolar AS).

Mayoritasnya, 32 negara adalah sesama negara berkembang seperti Indonesia, dengan PDB di bawah 10.000 dolar AS. Yang bila dirata-rata, PDB perkapita 34 negara tersebut adalah 5.799 dolar AS, sementara rata-rata pertumbuhan ekonomi 34 negara adalah 6,35 persen.

Kesimpulannya, tidak adil bila membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara-negara maju di G-20. Akan jauh lebih adil bila membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan sesama negara berkembang di Dunia. [***]

Penulis adalah peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP)

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya