Para isteri Nabi masing-masing merasakan dia paling dicintai Nabi. Nabi pun meraÂsakan sebaliknya, semua isterinya mencintainya denÂgan penuh keistimewaannya masing-masing. Salahsatu faktor terwujudnya rasa cinta dan kagum terhadap pasanÂgan suami isteri karena konÂsisten menjalankan nilai-nilai kerumahtanggaan secara disiplin. Nabi juga mengingatkan anggota keluarganya agar tahan terhadap berbagai kritik. Nabi mengajarkan: Jika seseorang mengeritiknya maka ia bermohon kepada Allah Swt: Ya Allah jika kritikannya benar ampuni dosa kami, dan jika kriÂtikannya keliru ampuni dia". Seorang tokoh publik figur harus bersedia dikritik.
Ibnu Abbas meriwayatkan kisah fenomenal dari sosok Luqmanul Hakim, seorang manusia biasa yang pekerjaan sehari-harinya pencari kayu bakar di Habsy. Ia bukan Nabi, bukan RaÂsul, bukan bangsawan, dan bukan pula ulama besar. Ada riwayat menyebutkan ia seorang haÂkim di zaman Nabi Daud. Riwayat lain menyeÂbutkan ia hidup sesudah Nabi Isa sebelum Nabi Muhammad lahir. Ia memiliki banyak kelebihan di balik kesederhanaannya sehingga namanya diabadikan di dalam Al-Qur'an sebagai Surah Luqman. Menurut Ibnu Katsir, nama panjang Luqman ialah Luqman bin Unaqa' bin Sadun. Ia digambarkan bertubuh pendek dan berhidung mancung dari Nubah dan ada juga yang berÂpendapat ia berasal dari Sudan.
Ketika Luqmanul Hakim masuk ke dalam pasar menaiki seekor himar (keledai), sedangkan anaknya mengikuti dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman, ada sekumpulan orang yang berÂkata: "Lihatlah orang tua yang tidak punya perasÂaan, ia keenakan sementara anaknya berjalan kaki". Setelah mendengarkan kata-kata itu, maka Luqman turun dari atas keledai lalu anaknya diÂsuruh naik ke atas keledai, sedangkan ia sendiri berjalan kaki. Melihat kenyataan itu, maka orang-orang pasar kembali mencemooh: "Lihat orang tua itu, ia berjalan kaki sedangkan anaknya keenaÂkan di punggung keledai, sungguh anak itu tidak tahu malu". Mendengar itu maka Luqmanul Hakim juga naik ke atas keledai bersama-sama anaknya. Orang-orang pasar kembali mencemooh: "Lihat itu ada dua orang menaiki seekor keledai, sungÂguh menyiksa keledai itu". Karena tidak suka menÂdengar cemoohan itu maka Luqmanul Hakim dan anaknya turun dari keledai. Orang-orang pasar kembali mencibir: "Lihat itu, dua orang berjalan kaki, sedangkan keledai tidak dikendarai".
Pelajaran berharga yang dapat dipetik dari Luqmanul Hakim ialah, keritik dan hujatan dari orang lain terhadap penampilan dan kebijakan yang kita pilih tidak boleh memalingkan kita ke tiÂtik nol. Hampir mustahil memenuhi seluruh haraÂpan dan kehendak orang lain kepada kita, apalaÂgi kalau kita sedang mengemban jabatan publik. Lukmanul Hakim tetap melanjutkan perjalanan sambil melakukan penyesuaian diri yang muncul dari masyarakat. Seseorang tidak perlu tersingÂgung jika dikritik sebab kritik itu pada umumnya bertujuan untuk memperbaiki keadaan. Pengritik juga harus bijaksana. Tidak etis kritik ditayangÂkan didorong oleh rasa kecemburuan. Jika kita sudah berusaha memperbaiki semua harapan para pengritik namun masih saja tetap keritiknya jalan anggaplah itu bagian dari upaya untuk lebih mengokohkan keimanan dan kematangan spiriÂtual kita. Semakin banyak kritik yang kita terima dan kita berusaha memahaminya maka pada saat itu pengritik akan bertambah matang pula. Yang penting buat kita adalah kelapangan dada harus dimiliki. Semakin lapang dada ini semakin nyaman kritikan itu, semakin sempit hati meneriÂma kritikan semakin pedas rasa kritikan itu. AkhÂirnya kita kembalikan kepada Allah Swt.
Faidza 'azamta fatawakkal 'alallah (Jika sudah beruÂsaha dan berketetapan hati maka serahkanlah sepenuhnya kepada Allah Swt). Innallah ma'ana (sesungguhnya Allah selalu bersama kita).