Kerja keras Pertamina meÂmompa minyak dan gas (migas) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terus dilakukan. Suntikan energi dari Blok RoÂkan sangat bermanfaat. Sehinga produksi berlimpah, impor pun bisa nyusut.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, saat ini kemampuan Pertamina memproduksi migas untuk kebuÂtuhan domestik baru 40 persen. Meski begitu, dia pede bisa menÂdongkraknya hingga 60 persen.
"2021 ketika Blok Rokan sudah beroperasi kami akan memproduksi 60 persen sehÂingga bisa menurunkan impor minyak mentah," ujarnya dalam Pertamina Energy Forum 2018 di Jakarta, kemarin.
Dia mengungkapkan, tambahÂan 11 pengelolaan wilayah kerja migas menjadi modal utama unÂtuk mewujudkan target tersebut. Apalagi dengan potensi besar Blok Rokan yang digadang-gadang memiliki "harta karun" untuk Indonesia. Alhasil, bukan masalah besar untuk merealÂisasikan peningkatan produksi.
Selain itu, kata Nicke, PerÂtamina dalam delapan sampai 10 tahun ke depan akan menambah kapasitas kilang. Rencananya, BUMN Migas ini bakal memÂbangun sekitar enam kilang. Hal ini juga tak lepas upaya pemenuhan kebutuhan migas Tanah Air.
Menurut Nicke, lonjakan perÂmintaan bahan bakar minyak (BBM) dipengaruhi tingginya populasi dan pembangun inÂfrastruktur yang masif. Dengan begitu, semakin banyak pelangÂgan yang perlu dilayani.
"Semakin banyak pasar baru yang dapat dimasuki. Kita meyakini demand energi akan terus meningkat dari waktu ke waktu," katanya.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, salah satu cara memangkas impor migas dengan memaksimalkan program biodiesel 20 persen (B20). "Harapan kita, pertama wujudkan kilang dan petrokimia supaya negatif kita di transaksi berjalan mengecil. Kedua, jadiÂlah leader dalam melaksanakan B20. Itu sudah cukup, republik sudah untung," pintanya.
Mantan Gubernur Bank IndoÂnesia ini meminta PT Pertamina terus mengembangkan program mandatori campuran biodiesel 20 persen di bahan bakar minyak jenis solar, atau biasa disebut B20.
Dirinya mengakui, pelaksanÂaan B20 dari Pertamina belum optimal. Salah satu contohnya adalah titik lokasi pencampuran bahan bakar nabati dengan solar itu masih terlalu banyak. SehÂingga, Pertamina telah diminta untuk memangkas lokasi terseÂbut tersebut agar lebih efisien.
"Jangan buat pencampuran B20 itu titiknya terlalu banyak. Ada hamÂpir 100 (titik) dalam hal ini. Jadi, perlu kapal banyak, karena pengiriÂman FAME (
Fatty Acid Methyil Ester) perlu kapal," jelasnya.
Deputi Bidang Usaha PertamÂbangan, Industri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno mengungkapkan, PT Pertamina merupakan perusahaan pelat merah dengan aset terbesar ke-empat di Indonesia. ***