Berita

Foto/Net

Bisnis

Duh, Defisit Perdagangan Oktober Kok Makin Parah

JUMAT, 16 NOVEMBER 2018 | 10:01 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Laporan neraca perdagangan Oktober cukup mengagetkan. Alih-alih bisa mencatatkan surplus lebih baik dari bulan lalu, eh malah mengalami defisit. Bahkan, tercatat lebih buruk kedua sepanjang tahun ini.

Upaya pemerintah mengerem impor belum menunjukkan ha­sil memuaskan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Oktober 2018 defisit sebesar defisit 1,82 miliar dolar AS.

"Defisit disumbang (terutama) dari neraca migas sebesar 1,42 miliar dolar AS. Karena, de­fisit neraca non migas (hanya) sebesar 393,2 juta dolar AS. De­fisit ini menjadi PR bagaimana untuk menurunkannya," ungkap Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.


Kecuk berharap, ke depan neraca dagang bisa lebih baik. Apalagi kini sudah ada kebijakan untuk mengendalikan neraca perdagangan.

Kecuk memaparkan, impor migas terdiri atas impor minyak mentah sebesar 878,4 juta dolar AS, impor hasil minyak men­capai 1,71 miliar dolar AS dan impor gas sebanyak 311,2 juta dolar AS. Sementara untuk ekspor migas terdiri dari ekspor minyak mentah sebesar 418,8 juta dolar AS, ekspor hasil minyak mencapai 110,6 juta dan ekspor gas 952,2 juta dolar AS.

"Yang membuat defisit dari sektor migas sedikit tertekan adalah nilai ekspor gas yang naik 49,3 persen dan memberikan sumbangan surplus," ujarnya.

Untuk nilai impor non migas, lanjut Kecuk, mencapai 14,7 miliar dolar AS. Impor non migas juga ikut memberikan sumbangan pada defisit neraca perdagangan. Karena ekspor non migas hanya tercatat 14,3 miliar dolar AS.

Secara keseluruhan, BPS men­catat nilai ekspor mencapai 15,8 miliar dolar AS dan impor sebe­sar 17,6 miliar dolar AS pada Oktober 2018. Dengan demikian, secara kumulatif, Januari-Okto­ber 2018, neraca perdagangan tercatat masih defisit sebesar 5,5 miliar dolar AS.

Lebih rinci, Kecuk menerang­kan, berdasarkan sektornya, ekspor pertanian pada Okto­ber tercatat 320 juta dolar AS. Jumlah itu turun 0,92 persen dari bulan lalu. Penyebabnya ekspor kakao, mutiara dan sayur-sayuran, mengalami penurunan. Ekspor pertanian secara tahu­nan juga menurun 9,52 persen didorong oleh penurunan ekspor kopi, kakao dan mutiara.

Kemudian, ekspor industri pengolahan meningkat 6,40 persen menjadi 11,59 miliar dolar AS disumbang oleh ekspor perhiasan, sepatu olahraga, ken­daraan serta bagiannya dan lain sebagainya.

Secara tahunan, ekspor in­dustri pengolahan meningkat 5,71 persen. Ekspor tambang tercatat menurun pada bulan Oktober sebesar 0,58 persen menjadi 2,41 miliar dolar AS dan tahunannya juga menurun 1,58 persen. Walau menurun, kontri­busi sektor tambang dan lainnya cukup besar peningkatannya pada Januari hingga Oktober ini sebesar 24,70 miliar dolar AS naik 27,46 persen pada periode yang sama tahun lalu sebesar 19,38 miliar dolar AS.

Seperti diketahui, pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengerem impor untuk menekan defisit. Antara lain, menaikkan tarif impor. Dan menjalankan pro­gram B20 (bahan bakar dengan campuran minyak nabati sebesar 20 persen). Sayangnya alih-alih membaik, jika dilihat secara ke­seluruhan, neraca perdagangan Oktober terparah kedua setelah Juli 2018 sebesar,2 03 miliar dolar AS. Capaian Oktober juga timpang bila dibandingkan bulan sebelumnya yang surplus 310 juta dolar AS.

Jonan Sentil Ekspor

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menilai, masalah de­fisit neraca perdagangan bukan karena konsumsi minyak yang terlalu tinggi tapi ekspor yang tidak maksimal. Menurutnya, jika impor migas membebani neraca perdagangan, seharusnya bisa diatasi dengan menggenjot ekspor non migas. Sayang­nya, ekspor non migas masih kurang.

Jonan mencontohkan neraca Singapura dan Hong Kong. "Singapura punya minyak nggak? Itu impor semua kan. Kenapa mata uangnya masih kuat? (ekspornya tinggi) Iya. Hong Kong punya nggak?" terangnya.

Contoh lain China. Jonan menyebut impor migas negari Tirai Bambu lebih besar dari Indonesia tapi mereka bisa mengekspor komoditas nonmi­gas lebih besar.

"China coba impor minyaknya berapa, cek sehari berapa mungkin 3 juta tapi ekspornya besar dari produk lainnya. Kan minyak itu adalah salah satu bahan untuk produksi dalam perspektif yang luas ya," sebut­nya.

Jonan menambahkan, impor minyak dan BBM dikonsumsi untuk kegiatan produktif. Tanpa bahan bakar yang memadai, sek­tor usaha lain tidak bisa berjalan. "Kan impor minyak ini nggak untuk diminum ini, kan ini se­bagai alat produksi, walaupun digunakan oleh konsumen itu kan digunakan untuk berkegia­tan," pungkasnya. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya