Berdiri tahun 1908, Pabrik Gula Banjaratma di Brebes, Jawa Tengah, bangkrut dan ditutup tahun 1997. Setelah lama tak tersentuh, belakangan pabrik yang dulu adalah anak perusahaan Belanda, N.V. Cultuurmaatschappij, akan diubah menjadi kawasan Rest Area atau Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) di KM 260B Tol Trans-Jawa.
Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya), Jhohannes Marbun, menyayangkan alih fungsi gedung dan lahan PG Banjaratma itu.
“Berita tentang bangunan Pabrik Gula Banjaratma di Kabupaten Brebes itu sangat tidak sensitif heritage, dengan mengatakan menyelesaikan perbaikan, padahal sesungguhnya mereka itu sedang melakukan perusakan,†ujar pria yang biasa disapa Joe.
Menurutnya, pemerintah perlu mencari upaya yang lebih serius untuk merawat dan memanfaatkan bangunan dan lahan pabrik itu di tengah krisis gula.
“(Pemerintah) malah impor gula. Sementara pabrik gula yang ada dan sudah menjadi peninggalan sejak lama malah bangkrut lalu dijadikan rest area. Ini tidak dapat diterima akal sehat," katanya lagi dalam keterangan yang diterima redaksi.
Riwayat PG BanjaratmaPG Banjaratma disebutkan sebagai satu dari tiga pabrik gula di kawasan Pantai Utara Jawa Tengah yang bangkrut. Dua lainnya adalah PG Comal Baru di Kabupaten Pemalang dan PG Kersana yang juga berada di Brebes.
Ketiga pabrik gula tersebut bangkrut karena menanggung biaya operasional yang tidak sebanding dengan nilai keuntungan.
Setelah ditutup, bangunan dan lahan tidak terawat dengan baik dan bahkan terlantar. Mesin dan peralatan pabrik juga sudah berpindah tangan ke pihak ketiga.
Informasi yang diperoleh mengatakan, bangunan dan lahan PG Banjaratma seluas 25 hektar sedang menunggu proses lelang.
PG Banjartma dimiliki perusahaan Belanda di Amsterdam, N.V. Cultuurmaatschappij Bandjaratma, pada tahun 1908. Dalam Inventaris van de archieven van de Cultuur-, Handel-en Industriebank Koloniale Bank; Cultuurbank NV, (1847) 1881-1969, pabrik itu dikuasai Belanda sampai tahun 1958.
Pada peta Kolonial Belanda yang terbit tahun 1918, PG Banjaratma disebut dengan nama Proefstations Banjaratma. Di tempat ini dilakukan penelitian ilmiah terhadap budidaya dan proses produksi gula sehingga memperoleh produksi yang optimal.
Konsep Proefstations pertama kali diaplikasikan tahun 1848 oleh Gerrit Jan Mulder di pabrik Gula di Bogor.
Menurut Gerrit Jan Mulder yang ketika itu adalah penasehat pemerintah, untuk mendongkrak produksi gula, produsen gula harus menerapkan teknologi yang paling optimal, bukan teknologi paling modern.
Teknologi paling optimal yang dimaksudnya adalah teknologi yang disesuaikan dengan situasi di Jawa yang memanfaatkan suplai air yang banyak.
Adapun teknologi modern dinilai kurang tepat karena memerlukan bahan bakar kayu dan batu bara yang mahal sehingga tidak dapat menutupi biaya produksi.
Inovasi ini yang menjelaskan mengapa sejak 1885 produksi gula di Jawa sangat baik.
[rus]