Pembunuhan yang menewaskan satu keluarga, kembali terjadi. Diperum Nainggolan, Maya boru Ambarita, Sarah boru Nainggolan, serta Arya Nainggolan, ditemukan tak bernyawa di rumahnya di Bekasi.
Keempatnya ditemukan tewas di rumahnya yang berada di RT 2 RW 7, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat. Tetangga korban pertama kali meÂnemukan jenazah keempatnya pada Selasa pagi (13/11).
Temuan tersebut membuat geger warga sekitar. Apalagi, lokasi rumah tersebut berada di pemukiman padat. Rumah-rumah warga berhimpitan satu sama lain. Jalan untuk masuk pun tak begitu lebar. Hanya bisa satu lajur mobil. Jaraknya sekitar 200 meter dari jalan besar, Jalan Raya Hankam, Pondok Gede.
Sehari-hari, rumah tersebut biasa dijadikan toko menjual sembako. Luasnya sekitar 50 meter persegi. Ada spanduk dengan tulisan SANJAYA, yang merupakan akronim dari nama anak-anak Diperum di depan rumah tersebut.
Bagian depan rumah meruÂpakan rolling door yang juga merupakan akses masuk ke dalam rumah. Rolling door terÂpisah menjadi dua bagian. Selain itu, rolling door juga terdapat di bagian samping rumah, namun tak memanjang hingga ke belakang.
Hari itu, petugas Kepolisian dan petugas Laboratorium Forensik (Labfor) melakukan olah TKP. Dari olah TKP tersebut, dapat terlihat bagian dalam ruÂmah korban.
Dari pengamatan, bagian deÂpan dijadikan sebagai tempat peÂnyimpanan barang-barang yang akan dijual di tokonya. Barang yang dijual mulai dari makanan, mainan anak, hingga gas untuk memasak. Ruangannya tidak terlalu luas dan hari itu tampak sangat berantakan.
Selanjutnya, masih di bagian dalam, setelah ruangan tersebut juga terdapat ruangan yang sepertinya dijadikan ruang keluarga. Dilihat dari depan, di ruangan tersebut terdapat sofa. Di ruangan itu jenazah korban Diperum dan Maya ditemukan. Selain dua ruangan itu, rumah juga terdapat kamar. Di kamar tersebut dua anak Diperum ditemukan.
Sebelum ditemukan tewas, korban dipercaya kakaknya menjaga kontrakan. Kontrakan tersebut berada di bagian belaÂkang rumah. Posisinya berdemÂpetan dengan rumah korban.
Ada sebanyak 28 unit konÂtrakan yang dijaga Diperum. 28 unit kontrakan tersebut menemÂpati bangunan dua lantai, dengan tangga untuk naik dan turun menempel dengan bagian belaÂkang rumah Diperum. Masing-masing unit berukuran 3x7 meter persegi.
Halaman kontrakan cukup luas. Di halaman tersebut, korban kerap memarkir tiga unit kendaraan miliknya. Namun, dua kendaraan sudah hilang seiringdengan kejadian naas yang menimpa keluarga tersebut. Sedangkan satu kendaraan lainnya berupa mobil boks.
Kematian satu keluarga tersebut menyisakan kesedihan mendalam bagi keluarga. Sianturi salah saÂtunya. Paman korban Maya boru Ambarita itu tak menyangka keponakannya harus meregang nyaÂwa dengan cara mengenaskan.
"Yang pasti nggak nyangka ya. Nggak pernah dengar juga mereka ada masalah. Nggak tahu juga ada yang sakit hati atau yang dendam sama mereka," ucap Sianturi, saat berbincang di TKP.
Dia mengaku diberitahu kakaknya, atau orangtua korban pada pagi hari itu. Sianturi diÂminta kakaknya yang berada di Pekanbaru, Riau, untuk memastikan kebenaran berita tersebut.
"Jadi pagi, saya ditelepon kakak saya, supaya ngecek ke sini (TKP). Sampai sini ternyata meÂmang benar. Kakak saya benar-benar shock. Apalagi, langsung ditinggal empat orang begini dengan cara yang sangat tidak manusiawi," tuturnya.
Pria yang tinggal di Jakarta Utara itu berharap, Kepolisian dapat segera mengungkap kasus ini. Dia yakin, cepat atau lambat, pelaku yang menghabisi nyawa keponakannya dapat segera ditangkap.
"Semogalah cepat diseleÂsaikan," ucapnya, dengan raut wajah sedih.
Selama Tiga Tahun Tidak Ada Masalah Agus Sani, Ketua RT setempat mengatakan, keluarga tersebut cukup aktif bersosialisasi mauÂpun berpartisipasi dalam kegiaÂtan warga di wilayahnya.
Bahkan, kata Agus, istri korÂban yang ikut tewas bersama kedua anaknya juga ikut arisan bersama warga lainnya. "Istri korban ini terlibat di arisan warga. Aktif juga di PKK sama Posyandu. Juga sering adakan arisan keluarga," kata Agus.
Agus juga menjelaskan, Douglas, pemilik kontrakan yang juga kakak korban Diperum, dikenal baik terhadap keluarga tersebut dan tidak pernah terÂdengar ada masalah. Meskipun, dia mengakui, memang minim komunikasi. "Selama tiga tahun saya jadi Ketua RT, tidak pernah ada masalah. Baik baik saja. Kalau masalah dulu-dulu saya nggak tahu," ujarnya.
Dia menambahkan, selain memiliki toko, korban juga bekerja sebagai penjaga dan pengelola kontrakan milik kakaknya. Kontrakan itu terdiri dari dua lantai, terdapat 28 unit. "Kontrakannya yang terisi 12 kamar. Di bawah delapan, di atas empat," bebernya.
Sedangkan kedua anaknya, lanÂjut Agus, bersekolah di Imanuel Victory. Sekolah itu tidak jauh dari rumahnya. Anaknya Sarah boru Nainggolan sudah menginjak kelas tiga SD sedangkan Arya Nainggolan kelas satu SD.
"Anak-anak biasa cerita, main, bercanda. Orangtuanya juga baik. Tapi ya saya sempat kesal, karena saya minta data penghuni konÂtrakan atau kos, tapi nggak mau kasih datanya," paparnya.
Agus juga mengungkapkan, ada beberapa saksi yang melihat mobil melaju cepat dari rumah korban. Selain itu, mobil korban diketahui juga hilang. "Nah itu dia, ada saksi yang lihat ada moÂbil ngebut, keluar, tapi nggak tahu jenisnya apa. Cuma ngelihat aja, keluar ngebut," ucapnya.
Tetangga Dengar Korban Marah-marah Di Telepon Anjing Tak Menggong-gong Kepolisian belum dapat meÂmastikan motif pembunuhan satu keluarga di Bekasi. Namun, seÂjumlah tetangga korban melihat sejumlah kejanggalan sebelum keempat korban ditemukan.
Sore sebelum kejadian, Lita, tetangga korban yang sedang berÂbelanja di warung korban, sempat mendengar percakapan kepala keluarga, Diperum dengan sesÂeorang melalui telepon. Kata Lita, Senin (12/11) sekitar pukul 16.30 WIB, korban menelepon dengan suara dan nada yang keras.
"Saya nggak sengaja dengar bapak itu nelepon gitu. Nada keras, marah-marah gitu. Saya tanya ke istrinya, kenapa bapak marah-marah, Bu? Dia jawab, 'udah kamu nggak usah ikutan'. Habis itu dia langsung masuk ke dalam," beber Lita.
Dia mengaku, dalam perÂcakapan itu Diperum terdenÂgar membicarakan persoalan uang dan mobil. "Saya nggak lama belanjanya ya, sekitar lima menit. Saya nggak dengar rincinya. Tapi kedengarannya, bicarakan soal mobil dan uang gitu. Nadanya keras kayak orang berantem," paparnya.
Lita kaget dan tidak menyangÂka pertemuannya untuk berbeÂlanja di toko korban itu, adalah pertemuan terakhir dengan korÂban. Apalagi, dia kerap berbeÂlanja di toko milik korban.
"Saya kaget juga ya satu keÂluarga tewas gitu. Saya sering belanja ke toko korban itu, beli kebutuhan sehari-hari. Ya itu kan warung sembako, beli makanan beras atau sabun cuci," jelasnya.
Dia juga mengatakan, korÂban dikenal sebagai keluarga baik. Sebelum ditemukan tewas, keanehan juga terlihat dari anÂjing peliharaan korban. Eni, tetangga korban yang rumahÂnya berhadap-hadapan dengan rumah Diperum tak mendengar hewan tersebut menggonggong atau berisik saat peristiwa itu terjadi. "Ada anjingnya. Tapi kok enggak gonggong. Padahal, kalau sama orang baru itu pasti gonggong," tutur Eni.
Menurut Eni, kebiasaan anjingnya itu memang sudah dikeÂnal warga. Bahkan, sesekali tetap menyalak meski dengan orang yang biasa ditemuinya. "Almarhum juga dikenal sama semua warga," jelas Eni. ***