Berita

DR. Rizal Ramli

Politik

BPJS, Sejarah Perjuangan Dan Solusi Komprehensif

RABU, 14 NOVEMBER 2018 | 21:45 WIB | OLEH: DR. RIZAL RAMLI

SOCIAL security system (BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan) adalah komponen penting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bagian penting untuk pelaksanaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Sayangnya, ide bagus tersebut ditolak oleh pemerintah pada saat itu ( 2009-2014) dengan alasan Indonesia belum mampu membuat sistem jaminan sosial seperti BPJS.

Argumen seperti itu tidak masuk akal karena Prussia (sekarang Jerman) dan Skandinavia membuat social security system di abad-19, padahal mereka jauh lebih miskin dibanding Indonesia pada tahun 2010. Amerika Serikat (AS) juga membuat social security system tahun 1930-an pada saat negara tersebut berada di titik nadir depresi ekonomi. Presiden Roosevelt saat itu percaya bahwa social security system adalah bagian kebangkitan AS.

Barulah tahun 2010, Serikat Pekerja terutama KSPI dan FSPMI dibawah pimpinan Said Iqbal, KSPSI Andy Gani, dibantu oleh DR. Rizal Ramli, DR. Soelastomo, DR. Hasbullah Tabrani (UI), dan Rieke Pitaloka (DPR PDIP), berjuang bersama-sama dengan masyarakat, DPR, dan menggerakkan demonstrasi ratusan ribu pekerja di depan istana dan depan Gedung DPR, akhirnya UUD BPJS disahkan DPR November 2011 dan dijalankan Januari 2014. Ini adalah kerjasama buruh, intelektual dan anggota-anggota DPR progresif yang berhasil mendorong pemerintah untuk meningkatkan kesejahteran buruh dan rakyat Indonesia.

Sayangnya pemerintah saat itu setengah hati mendukung BPJS. Menteri Keuangan pemerintah saat itu hanya mengalokasikan Rp 4 triliun untuk modal BPJS. Struktur iuran BPJS juga sangat minimal, karyawan bayar 1% dan perusahaan bayar 4%. Sejak berdirinya, BPJS  memang “dirancang” untuk “gagal Finansial” dengan modal dan iuran sangat minimal.

Sistem social security Singapura, The Central Provident Fund (CPF), iuran perusahaan sekitar 13% dan iuran pekerja 6-8 %. Itulah yang menjelaskan CPF bisa menjadi lembaga keuangan yang sangat besar di Singapura, sehingga dapat ikut membiayai berbagai  kegiatan yang menguntungkan pekerja. CPF sekaligus berfungsi sebagai instrumen “Counter Cyclical Macro Economic Policy”.

Jadi dari sejak UU BPJS dan pelaksanaanya mulai januari 2014, pemerintah “Setengah Hati“ mendukung BPJS dengan modal awal sangat kecil (Rp 4 Triliun) dan struktur iuran yang sangat minimal. Dengan kata lain, secara keuangan memang “doomed to fail”, “dirancang” untuk bermasalah.

Sayang, solusi yang di berikan oleh pemerintah saat ini juga hanya bersifat temporer, “solusi tensoplast”, tambal sulam (ambil uang cukai rokok), tapi pemerintah tidak mampu memberikan solusi  yang komprehensif dan berjangka panjang.

Untuk itu, DR. Rizal Ramli, Ir. Said Iqbal dan serikat-serikat pekerja  Indonesia menyarankan solusi komprehensif untuk selesaikan masalah keuangan BPJS:

1. BPJS adalah salah satu instrumen penting untuk pelaksanaan UUD 1945, yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat.

2. Untuk itu struktur keuangan BPJS harus diperkuat dengan tambahan suntikan modal sebesar Rp 20 triliun dan perubahan struktur iuran BPJS menjasi 2% dari pekerja dan 6% dari korporasi. Besarnya iuran pekerja supaya bisa di-segmentasi berdasarkan pendapatan pekerja. Untuk pendapatan dibawah UMR, iuran sangat minimum.

3. Untuk penyakit-penyakit kronis/terminal, struktur pengeluaran harus disesuaikan dengan pendapatan pasien. Misalnya pengeluaran BPJS untuk penyakit terbesar untuk sakit jantung (Rp 6,67 triliun) atau 52% Januari-Agustus 2018. Penyakit jantung sebagian besar diderita golongan  menengah ke atas, sebaiknya ada "top-up charges” (biaya tambahan untuk mereka.

4. Harus diakui sistem pelayanan BPJS sangat lamban, birokratis, dan bertele-tele. Harus ada upaya untuk memperbaiki kualitas pelayanan BPJS. Teknologi sistem informasi bukan untuk mempersulit dan memperuwet pelayanan, tetapi justru untuk menyederhanakan dan mempermudah pelayanan BPJS untuk masyarakat.

Kepada serikat-serikat pekerja, Intelektual- Intelektual progresif, DPR  kami himbau untuk kembali membujuk, melobby, dan menekan pemerintah agar memperbaiki sistem BPJS secara komprehensif, dan bukan menggunakan cara-cara tensoplast. [***]

Penulis adalah ekonom senior dan mantan Menko Perekonomian dan Menko Kemaritiman.


Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya