Berita

Surya Wiranto/RMOL

Dunia

Armada China Mengancam Kedaulatan Indonesia

JUMAT, 09 NOVEMBER 2018 | 15:43 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

Indonesia secara resmi memang tidak menjadi pihak yang terlibat (claimant) dalam sengketa di Laut China Selatan (LCS). Sejauh ini, negara-negara yang terlibat dalam perebutan wilayah di Laut China Selatan adalah Vietnam, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Republik Rakyat China (RRC) dan Republik China atau Taiwan.

Namun, secara de facto kedaulatan Indonesia terancam oleh agresifitas China di kawasan itu. Dalam beberapa tahun terakhir, China berulangkali memasuki teritori Indonesia dan melakukan provokasi. Misalnya pada bulan Mei dan Juni 2010, Mei 2012, Juni 2015, Maret 2016, dan yang terakhir adalah Juni 2016.

China selalu menggunakan klaim yang tidak berdasar atas wilayah yang mereka sebut sebagai wilayah perikanan tradisional. Kapal-kapal nelayan China didampingi oleh kapal perang ketika memasuki wilayah perairan Indonesia di Laut Natuna Utara.


Demikian antara lain dikatakan dosen Universitas Pertahanan Laksda (Purn) Surya Wiranto ketika berbicara dalam talkshow Model ASEAN Meeting (MAM) yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pertamina, Jumat pagi (9/11).

"Kita memang bukan negara claimant, tetapi secara de facto ada kekuatan China yang berada di sekitar garis lidah yang mengancam kita," ujar mantan Staf Ahli Kemaritiman Menko Polhukam ini.

"Garis lidah" yang dimaksud Surya Wiranto adalah sembilan garis terputus atau nine dashed-lines yang digunakan China untuk menggambarkan wilayah perairan mereka di Laut China Selatan. Garis ini menjorok dari utara ke selatan dan sepintas tampak seperti lidah yang menjulur.

Pembicara lain dalam talkshow bertema "Strengthening ASEAN Cooperation in the South China Sea" itu adalah Dirjen Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Antonio Morato Tavares dan Dirjen Hukum dan Perjanjian Laut Internasional Kementerian Luar Negeri Damos Dumoli Agusman. 

"Kapal-kapal ikan China bukan kapal ikan biasa. Mereka dilatih sebagai alat pertahanan negara," kata dia lagi sambil menambahkah kapal-kapal ikan China selalu melakukan perlawanan setiap kali ada upaya penindakan dari pihak Indonesia manakala mereka memasuki wilayah perairan Indonesia tanpa izin.

"Di belakang kapal-kapal ikan ini bersiap-siap kapal Coast Guard RRC yang ukurannya sangat besar, dilengkapi dengan persenjataan berat," sambung Surya Wiranto.

Sementara di belakang kapal-kapal Coast Guard China tersebut terdapat pangkalan militer yang dibangun China di atas sebuah pulau atol di tengah Laut China Selatan.

Dalam pemaparannya, Surya Wiranto juga memuji ketegasan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terhadap kapal-kapal ikan asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia. Hingga kini, sebutnya, sudah sekitar 380 kapal ikan dari berbagai negara yang ditenggelamkan karena memasuki wilayah perairan Indonesia tanpa izin.

Surya Wiranto juga menyinggung peta baru yang dirilis Indonesia yang memberikan gambaran yang semakin utuh dan pasti atas wilayah laut Indonesia.

Hingga beberapa tahun lalu, Laut China Selatan kerap digambarkan hingga ke perairan ke sebagian Selat Karimata yang memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.

Setelah menyelesaikan pembicaraan mengenai batas teritori dengan Malaysia, Vietnam dan Filipina, tahun lalu Indonesia menerbitkan peta baru. Di dalam peta itu, antara lain digambarkan garis batas teritori yang lebih tegas berupa garis utuh di perairan utara Pulau Natuna di Kepulauan Riau. Wilayah perairan di dalam wilayah teritori itu pun diberi nama Laut Natuna Utara.

"NKRI harga mati, dan kedaulatan negara tidak bisa dinegosiasi," demikian Surya Wiranto.

Sementara itu, Damos Dumoli Agusman yang berbicara sebelumnya mengatakan Indonesia tidak merupakan negara claimant dalam sengketa di Laut China Selatan karena tidak pernah mengklaim sebagai pemilik salah satu fitur, pulau atau karang, di kawasan itu. Selain itu, tidak ada satu negara pun yang mengklaim sebagai pemilik Pulau Natuna yang berada di dekat kawasan yang dipersengketakan tersebut.

Adapun Jose Tavares yang menjadi pembicara pertama menekankan, sengketa di Laut China Selatan yang berlarut-larut dapat mengancam centrality ASEAN. Namun sejauh ini, ASEAN berhasil menyusun dan menyepakati sebuah kode perilaku yang bisa menghindarkan negara-negara anggota ASEAN terlibat dalam insiden bersenjata di perairan yang dipersengketakan itu. [guh]

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya