PERJANJIAN Damai HudaiÂbiyah yang penuh kontroverÂsi itu baru saja ditandatanÂgani Nabi selaku pimpinan delegasi muslim dan Suhail ibn Amru, pimpinan delegasi non-muslim Quraisy. Selain pencoretan kalimat tauhid, yakni pencoretan kalimat BisÂmillahirrahmanirrahim diganti Bismikallahumma dan kalimat Muhammad RaÂsulullah diganti Muhammad ibn Abdillah, bahkan kalimat terakhir dilakukan sendiri oleh Nabi atas usul Suhail, isi perjanjian itu juga menyatakan jika umat Islam ditangkap di wilayah yang dikuasai non-muslim Quraisy, maka ia harus ditahan dan kalau umat non-muslim Quraisy ditangkap, maka ia harus segera dibebaskan dan dikembalikan ke negerinya.
Belum bubar acara penandatangan itu tiba-tiba salah seorang sahabat Nabi bernama Jandal ibn Suhail lari dari tahanan kaum Quraisy untuk memÂinta perlindungan Nabi. Namun ia lebih dahulu disÂergap oleh pasukan Suhail dan ia menamparnya di depan Nabi sambil mengatakan: Lihat orangmu ini Muhammad, baru saja kita menandatangani PerÂjanjian Damai sudah mau kabur. Nabi menjawab: Engkau benar wahai Suhail sambil memegang peÂmuda itu. Nabi meminta pemuda itu untuk kembali ditahan demi menaati perjanjian damai tadi. PemuÂda itu berteriak: Wahai umat Islam yang hadir di sini, apakah kalian rela kalau aku diserahkan ke tangan mereka? Sahabat Nabi pada diam. Nabi melanjutÂkan perkataannya dengan mangatakan: Wahai Abu Jandal, kembalilah dan bersabarlah, Allah Swt akan memberikan jalan keluar untukmu bersama orang-orang yang bersamamu. Kami baru saja mengadaÂkan perjanjian damai dengan mereka, dan kami teÂlah berjanji untuk menaati mereka perjanjian itu dan tidak mungkin kami bisa melanggar perjanjian itu.
Dari peristiwa ini bisa dibayangkan bagaimana kuatnya pengendalian diri para sahabat dan paÂsukan Nabi menghadapi ulah musuh umat Islam. Baru saja mereka menyaksikan pencoretan kaÂlimat tauhid, lalu menyaksikan sahabat mereka, Abu Jandal, ditampar mukanya di hadapan merÂeka oleh Suhail kemudian kembali ditahan. PerÂistiwa ini juga menggambarkan bagaimana beÂsar wibawa dan pengaruh Nabi Muhammad Saw sehingga tak seorang pun di antara sahabatnya berani melanggar instruksinya, walaupun nyata-nyata menyaksikan pemandangan yang sangat menyakitkan hati mereka. Pada sisi musuh juga takjub bagaimana kuatnya pengaruh Nabi MuÂhammad Saw mampu mendiamkan sahabat-saÂhabat utamanya sepeti Umar ibn Khaththab, Utsman ibn 'Affan, dll, yang dikenal mereka sebagai tokoh-tokoh utama kaum Quraisy. Kali ini mereka harus mengalah terhadap Suhail yang mewakÂili kaum Quraisy yang sesungguhnya tidak ada apa-apanya dibanding ketokohan sahabat utama Nabi tersebut.
Para sahabat tetap bersabar dan terdiam meÂnyaksikan pemandangan itu bukan karena takut terhadap kaum musuh Islam tetapi taat kepada keputusan yang diambil Nabi Muhammad Saw. Nabi meminta agar semua permintaan Suhail dipenuhi, termasuk meminta kembali Abu Jandal untuk ditahan oleh pasukan musuh. Sahabat yaÂkin bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad Saw sesungguhnya tidak lepas dari bimbingan Allah Swt, sebagaimana dinyatakan dalam Al- Qur'an: Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. UcapanÂnya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyuÂkan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. (Q.S. al-Najm/53:3-5).
Pada akhirnya para sahabat sadar bahwa pilihan Nabi dalam peristiwa Perjanjian Khudaibiyyah benar. Karena perjanjian gencatan senjata itu maka menahan pertumpahan darah sesame umat manusia. Jika tawanan perang musuh ditawan di Madinah tentu akan menjadi beban ekonomi masyarakat Madina yang sudah dibanjiri pengungsi. Jika umat Islam ditawan di Makkah tentu akan memanfaatkan situasi mempelajari kelemahan musuh Islkam di Mekah sekaligus membina sahabat-sahabat muslim lain di sana yang tidak bisa mengungsi. Akhirnya betul, tidak lama setelah itu terjadi peristiwa penaklukan kota Mekkah (That Makkah) tanpa setetes pun darah mengalir. Pelajaran besar bagi umat Islam, janÂgan selalu mengedepankan emosi di dalam menyelesaikan persoalan umat. Berfikir strategis lebih banyak memberi keuntungan dalam sejarah dunia Islam dibanding berjuang dengan membakar emosi umat. Strategi seperti ini juga lebih sejalan dengan ayat: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karÂena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan berÂtakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al- Maidah/5: 8). Allahu Akbar, Masya Allah.