Ketika membahas limbah pasir sisa tambang (tailing), bayangan masyarakat pada umumnya selalu berupa limbah kotor yang mencemari lingkungan dan tidak bisa dimanfaatkan kembali.
Limbah pertambangan identik dengan wujudnya yang berwarna keruh dan dinilai dapat merusak lingkungan tempatnya berada. Bahkan tak sedkit yang salah kaprah menilai tailing itu beracun.
Padahal kenyataan, tailing bisa diolah dan dimanfaatkan dengan baik. Usaha untuk memanfaatkan tailing ini secara serius dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati PT Freeport Indonesia di Timika, Kabupaten Mimika, Papua.
Salah satu usahanya adalah program penanaman berbagai jenis tanaman pangan dan buah-buahan.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah penanaman 900 pohon melon di atas lahan tailing seluas 400 meter persegi dengan sistem hidroponik. Hasilnya sangat menggembirakan, karena pada bulan Oktober ini mampu menghasilkan 1,35 ton buah melon dalam sekali panen.
"Panen buah melon kali ini sangat bagus, setiap pohonnya menghasilkan buah seberat 1,5 kilogram. Jadi untuk panen buah melon hasil tanam hidroponik saat ini mencapai 1,35 ton sekali panen," ujar General Superintendent Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati Dataran Rendah PT Freeport Indonesia, Roberth Sarwom.
Pria lulusan Universitas Negeri Papua dan Institut Teknologi Bandung ini juga menjelaskan bahwa berbagai jenis tumbuhan yang ditanam di Pusat Penelitian Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati PTFI juga dikembangkan dengan teknik tanam hidroponik. Teknik ini merupakan salah satu metode budidaya tanaman dengan media tanam air (hidroponik) atau dapat juga menggunakan media lain seperti sekam padi, kertas koran, dan media lainnya selain tanah seperti pasir tailing.
"Ada beberapa jenis tanaman yang dapat tumbuh subur dengan menggunakan teknik menanam ini, ada pula yang tidak. Namun secara garis besar, penanaman secara hidroponik ini mampu menghasilkan tanaman yang sehat karena tidak memerlukan pestisida serta dapat diproduksi kapan saja tanpa terganggu dengan kondisi iklim," terang Roberth.
Manajer Senior Departemen Lingkungan PT Freeport Indonesia, Gesang Setyadi menjelaskan bahwa Pusat Penelitian Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati ini telah berdiri sejak tahun 1995 dan telah menghasilkan berbagai jenis produk pertanian, peternakan dan perikanan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Salah satu terobosannya adalah memanfaatkan sisa olahan tambang, tailing agar mampu menghasilkan berbagai jenis tanaman pangan yang aman untuk dikonsumsi.
“Kedalaman dari tailing di sini sekitar tujuh meter dari permukaan tanah. Di tailing inilah ditanam berbagai jenis tanaman sebagai proyek percontohan. Ada sayur-sayuran seperti cabe, tomat, sayur kangkung, sayur bayam, terong dan buah seperti melon, buah merah, pepaya, pisang, nanas, dan buah-buah lainnya," tutur Gesang.
Gesang memaparkan, kegiatan penanaman dan penghijauan lahan bekas endapan tailing ini agian dari upaya PTFI untuk mengubah persepsi negatif yang beredar di masyarakat terkait tailing.
Selain itu, program ini ini juga dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada publik bahwa tempat pengendapan pasir sisa tambang yang identik dengan limbah yang tidak bermanfaat justru masih bisa ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman, baik dengan campur tangan manusia maupun secara alami tanpa campur tangan manusia.
[wid]