Badan Anggaran (Banggar) DPR, kemarin, mengetok palu tanda meÂnyetujui postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Pengesahannya renÂcananya akan dilakukan pada Rapat Paripurna DPR hari ini.
"Postur APBN 2019 suÂdah kami sepakati," ungkap Ketua Banggar Aziz SyamÂsuddin di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dalam RAPBN 2019, pertumbuhan ekonomi di tahun depan ditargetkan sebesar 5,3 persen. Inflasi sebesar 3,5 persen. Tingkat suku bunga Surat PerbenÂdaharaan Negara (SPN) tiga bulan sebesar 5,3 persen. Harga minyak mentah Indonesia sebesar 70 per barel dolar AS. Dan lifting gas 1,25 juta barel setara minÂyak per hari.
Sementara nilai tukar ruÂpiah mengalami perubahan menjadi Rp 15.000 per dolar AS, dari sebelumnya dalam Nota Keuangan RAPBN 2019 sebesar Rp 14.400. SeÂlain rupiah, lifting minyak juga mengalami perubahan menjadi 775 ribu barel per hari dari sebelumnya 750 ribu barel per hari.
Dalam rapat ini, hadir perÂwakilan pemerintah antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Gubernur Bank IndoneÂsia (BI) Perry Warjiyo.
Dengan kurs Rp 15.000 per dolar AS, pendapaÂtan negara sebesar Rp 2.165,1 triliun, naik dari sebelumnya dalam Nota Keuangan RAPBN 2019 sebesar Rp 2.142,5 triliun. Rinciannya dari penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp 1.786,4 triliun, lebih tinggi dari sebelumÂnya Rp 1.781 triliun denÂgan tax ratio sebesar 12,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditargetkan Rp 378,3 triliun dari sebelumnya Rp 361,1 triliun.
Sementara, belanja negara ditargetkan sebesar Rp 2.461,1 triliun, naik Rp 21,4 triliun dari sebelumnya dalam Nota Keuangan sebeÂsar Rp 2.439,7 triliun. RinÂciannya, belanja pemerintah pusat menjadi Rp 1.634,3 triliun. Anggaran itu terdiri dari belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) Rp 855,5 triliun dan belanja non K/L menjadi Rp 778,9 triliun. Belanja non K/L tersebut termasuk ke pemÂbayaran bunga utang yang sebesar Rp 275,9 triliun.
Untuk subsidi energi naik Rp 4,1 triliun menjadi Rp 159,9 triliun (subsidi BBM dan elpiji Rp 100,7 triliun dan subsidi listrik Rp 59,3 triliun). Dan, belanja lainÂnya Rp 114 triliun.
Adapun belanja lain-lain tersebut antara lain untuk cadangan penanggulangan bencana Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulteng sebesar Rp 10 triliun dan cadangan
pooling fund bencana sebeÂsar Rp 1 triliun.
Transfer daerah ke dana desa meningkat menjadi Rp 826,8 triliun. Terdiri dari transfer ke daerah Rp 756,8 triliun dan dana desa Rp 70 triliun.
Dengan demikian, deÂfisit keseimbangan primer diproyeksi mengecil menÂjadi Rp 20,1 triliun dari sebelumnya Rp 21,7 triliun. Sementara defisit anggaran sebesar 1,84 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara meÂnilai, target-target yang diajukan masih terlalu optiÂmistis. Misalnya, target perÂtumbuhan ekonomi 2019 dipatok 5,3 persen.
"Yang realistis itu 5-5,1 persen. Target 5,3 persen rentan tidak tercapai. Penyebabnya? Ada perang dagang, fluktuasi harga minyak, naiknya suku bunga, penurunan investasi dan rendahnya konsumsi rumah tangga," ungkap Bhima.
Selain itu, Bhima menilai, laju inflasi tahun depan juga sulit bisa di angka 3,5 persen. Karena, kurs rupiah mengalami pelemahan dan harga pangan mulai naik. Hal lain disorotinya nilai rupiah ditarget Rp 15.000. Diproyeksinya, rupiah berada di kisaran Rp 15.500-15.800. ***