PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Persero memiliki sejarah panjang hingga akhirnya menjadi sebuah Holding Industri Pertambangan.
Setelah 100 persen saham Inalum kembali ke pangkuan Indonesia, pasokan bahan baku alumunium di dalam negeri terjamin dengan baik. Maklum, selama 30 tahun Inalum berada di tangan Jepang.
Awal mula Inalum menjadi perusahaan yang bergerak di peleburan tambang dimulai pada awal abad ke-19 ketika banyak pihak menyadari potensi dari Sungai Asahan di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. Studi kelayakan pertama dilakukan tahun 1919 oleh pemerintah kolonial Belanda. Selang 20 tahun, studi kembali dilakukan oleh perusahaan Belanda Exploitatie Va de Waterkracht in de Asahan Rivier (MEWA).
Pada 1972, Departemen Pekerjaan Umum dan Listrik beserta perusahaan Jepang Nippon Koei menindaklanjuti hasil dari studi-studi tersebut yang menunjukkan kelayakan pembangunan PLTA dan pabrik peleburan aluminium hingga akhirnya pemerintah Indonesia menandatangani Master Agreement dengan Nippon Asahan Aluminium (NAA) Co., Ltd, konsorsium yang didirikan pemerintah Jepang dengan 12 perusahaan Jepang pada tahun 1975.
Perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan NAA bernama PT Indonesia Asahan Aluminium resmi didirikan setahun kemudian, pada 1976. Selama 38 tahun berikutnya, Inalum menjadi perusahaan gabungan yang memproduksi aluminium sebelum secara perlahan dialihkan sahamnya menjadi sepenuhnya milik pemerintah Indonesia.
21 April 2014 menjadi momentum ketika Menteri BUMN melalui PP No. 26 tahun 2014 menunjuk Inalum sebagai Perusahaan Perseroan, sekaligus meresmikan statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sejak menjadi BUMN, sejumlah groundbreaking beberapa proyek strategis perusahaan pelat merah di Sumatera Utara, termasuk Proyek Diversifikasi milik Inalum oleh Presiden Joko Widodo.
Inalum juga merencanakan ekspansi dengan menandatangani nota kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara terkait rencana pembangunan klaster aluminium di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan.
Selain aluminium ingot, Inalum pun mulai memproduksi aluminium billet dan foundry alloy.
Tidak lama setelah menjadi BUMN, pada 27 November 2017 Inalum ditunjuk menjadi Holding lndustri Pertambangan (HIP) yang ditandai dengan penandatanganan akta pengalihan saham seri B yang terdiri atas PT Aneka Tambang Tbk sebesar 65 persen, PT Bukit Asam Tbk sebesar 65,02 persen, PT Timah Tbk sebesar 65 persen, serta 9,36 persen saham PTFI yang dimiliki pemerintah kepada Inalum.
Salah satu peran strategis Inalum selama satu tahun terbentuknya HIP adalah upaya peningkatan kepemilikan saham negara di PT Freeport Indonesia dari awalnya 9,36 persen dan akan resmi menjadi 51,2 persen. Proses divestasi yang panjang ini ditargetkan mencapai closing pada bulan Desember 2018.
[***]