Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
PARA perempuan yang diÂungkap di dalam Al-Qur'an, yang dalam artikel ini disÂebut 'Perempuan Hebat', ternyata memiliki kemamÂpuan untuk menggunakan hak-haknya, termasuk hak politik. Ini menjadi bukti terÂbalik kalau ada yang menÂgatakan perempuan dibataÂsi haknya oleh nilai-nilai dan ajaran agama. Dalam Islam, ada ayat dan hadis sering diguÂnakan untuk mereduksi hak-hak politik peremÂpuan. Di antara dalil-dalil agama tersebut ialah: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan seÂbahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka (Q.S. Al-Nisa’/4:34). Sedangkan dalam hadis ialah: Tidak akan beruntung suatu yang menyerahkan urusannya kepada perempuan). Ternyata ayat dan hadis ini difahami secara berbeda atara kelompok yang menganut azas kesetaraan jender.
Ayat dan hadis tersebut di atas membatasi perempuan untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi jika didalami sabab nuzul dan sabab wurud-nya sesungguhnya tidak bermaksud mereduksi hak-hak perempuan untuk menjadi pemimpin. Ayat ini turun dalam konteks kerumahtanggaan (domestic sphare), bukan dalam lingkup ruang publik, yaitu turun untuk melerai pertengkaran seorang laki-laki Anshar dengan isterinya. Ayat ini juga menggunakan kata al-rijal (gender term), yang menunjuk kepada kapasitas tertenÂtu yang dibebankan budaya terhadap laki-laki tertentu, bukannya menggunakan kata al-dzaÂkar (sex term), yang menunjuk kepada setiap orang yang berjenis kelamin laki-laki. Kata qawÂwamun diartikan sebagai "pemimpin", yakni laÂki-laki menjadi pemimpin terhadap perempuan, yang juga bisa berarti pelindung. Terjemahan bahasa Inggerisnya: "Man are the protectors and maintainers of women" berarti pelindung atau pemelihara. Muhammad Abduh dalam Al- Manar-nya tidak memutlakkan kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan. Alasannya kareÂna ayat ini tidak menggunakan kata: Bi tafdhiliÂhim 'alaihinna atau bima fadhdhalahum 'alaihinÂna (sebagaimana Allah memberikan kelebihan laki-laki terhadap perempuan), tetapi mengguÂnakan kata: Bima fadhdhala Allah ba'dhahum 'ala ba'dh (oleh karena Allah telah memberikan kelebihan di antara mereka di atas sebagian yang lain). Redaksi ini lebih tepat karena dalam kenyataan sosial tidak selamanya laki-laki lebih mampu daripada perempuan.
Mengenai hadis yang dipopulerkan oleh Abu Bakrah, salahseorang mantan budak yang dihÂadapkan oleh suatu kondisi sulit. Ia harus memiÂlih antara mendukung sayyidina Ali, suaminya Fatimah anak kesayangan Nabi, atau menduÂkung 'Aisyah, istri Nabi dan putrinya sayyidina Abu Bakar. Dalam posisi seperti ini Abu Bakrah memopulerkan hadis di atas. Hadis ini sesungÂguhnya respon Nabi setelah mendengarkan raja Persi bernama Kisra wafat, dan kekuaÂsaannya digantikan oleh putrinya. Nabi memaÂhami betul kondisi kerajaan Persi yang tengah menghadapan musuh bebuyutannya, kerajaan Romawi. Dan ternyata kemudian Heraklius menginvasi Persia dan menduduki Ktesiphon. Munculnya hadis ini ternyata juga dilatarbelaÂkangi oleh suatu sebab khusus yang sifatnya kondisional.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03
UPDATE
Minggu, 14 Desember 2025 | 10:04
Minggu, 14 Desember 2025 | 10:02
Minggu, 14 Desember 2025 | 09:43
Minggu, 14 Desember 2025 | 09:16
Minggu, 14 Desember 2025 | 09:01
Minggu, 14 Desember 2025 | 08:51
Minggu, 14 Desember 2025 | 08:17
Minggu, 14 Desember 2025 | 08:08
Minggu, 14 Desember 2025 | 07:40
Minggu, 14 Desember 2025 | 07:31