Pelemahan rupiah dan naiknya harga minyak dunia, membuat subsidi BBM dan elpiji lampu merah. Hingga akhir September realisasinya sudah mencapai Rp 54,3 triliun atau 115,9 persen dari yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kantong negara pun jebol.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan AskoÂlani mengatakan, realisasi subÂsidi BBM dan elpiji tersebut naik 96,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 27,6 triliun. Salah satu alasan kenaikan realisasi subsidi BBM dan elpiji tersebut adalah karena pemerintah melunasi tunggakan subsidi pada tahun sebelumnya sebesar Rp 12 triliun.
"Kenaikan ini karena melunasi tunggakan hasil audit BPK sebeÂsar Rp 12 triliun, jadi ini sedikit melampaui pagu," ujar Askolani di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, realisasi subsidi BBM dan elpiji itu diperkirakan makin meningkat karena terÂdapat penyesuaian harga BBM yang ditanggung pemerintah dari Rp 500 per liter menjadi Rp 2.000 per liter.
"Penyesuaian harga ini berÂdampak pada tambahan belanja subsidi untuk mendukung kebiÂjakan BBM yang sudah ditetapÂkan," kata Askolani.
Sementara itu, realisasi subÂsidi listrik juga telah mencapai Rp 38,2 triliun atau 80,2 persen dari pagu dalam APBN Rp 47,7 triliun atau mengalami pertumÂbuhan 25,2 persen. Dengan demikian, maka keseluruhan realisasi subsidi energi telah mencapai Rp 92,5 triliun atau 97,9 persen dari pagu Rp 94,5 triliun atau mengalami pertumÂbuhan 59,1 persen.
Menurut dia, subsidi sangat dipengaruhi kondisi ekonomi makro sehingga sulit untuk dipatok, sama halnya dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Naiknya harga minyak akan mempengaruhi subsidi.
Askolani yakin, pemerinÂtah masih sanggup mengucurÂkan subsidi sampai akhir tahun dengan menggunakan dana cadangan.
"Iya, cadangan subsidi tunggakan. Kami 2018 punya tunggaÂkan untuk subsidi, baik untuk BBM, listrik, dan pupuk. Jadi masih, Insya Allah," katanya.
Pengamat ekonomi dari UniÂversitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menuturkan, pembengkakan subsidi ini bisa dihindari jika saja pemerintah punya nyali untuk memotong subsidi BBM. "Solusi inilah yang bisa menekan defisit neraca migas," kata Faisal.
Menurut hasil perhitunganÂnya, pengurangan subsidi BBM hanya akan berdampak kecil bagi masyarakat. Dan, hasilnya keuangan negara jadi sehat.
Untuk diketahui, sebelumnya pemerintah berencana menaikÂkan harga BBM subsidi (preÂmium) pada pekan lalu. Namun, rencana tersebut dibatalkan denÂgan alasan menjaga daya beli.
Defisit Anggaran Turun Menteri Keuangan Sri MuÂlyani Indrawati mengatakan, realisasi defisit anggaran dalam APBN hingga akhir September 2018 mengalami penurunan dibanding periode yang sama di 2017. Defisit anggaran hingga September mencapai Rp 200,2 triliun atau 1,35 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Jumlah tersebut turun hampir Rp 72 triliun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 272 triliun.
Adapun defisit disumbang oleh penerimaan negara sebesar Rp 1.312,3 triliun dan belanja negara sebesar Rp 1.512,6 triliun hingga akhir September 2018. Meski begitu, perempuan yang akrab disapa Ani itu berharap, sampai akhir tahun defisit masih akan terjaga dan sesuai target APBN 2018 2,19 persen.
Hingga September, peneriÂmaan perpajakan mencapai Rp 1.024,5 triliun atau 63,3 persen dari target. Sedangkan penerimaan negara bukan paÂjak Rp 281,4 triliun atau 102,2 persen dari target.
"Kalau dibandingkan tahun lalu penerimaan perpajakan yang hanya mencapai Rp 879 triliun, berarti pada tahun ini ada pertumbuhan 16,5 persen," kata Ani. ***