Berita

Foto/Net

Bisnis

Sri Mulyani: Pelemahan Rupiah Belum Puncaknya

Dolar Tembus Rp 15.200
SELASA, 09 OKTOBER 2018 | 09:07 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Nilai tukar rupiah kembali rontok. Kemarin, 1 dolar AS setara Rp 15.200-an. Mata uang Garuda diramal masih akan tertekan hingga tahun depan seiring dengan kondisi ekonomi Amerika.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, kondisi saat ini belum mencapai pun­caknya, karena tekanan masih akan berlangsung hingga tahun depan.

"Equilibrium (keseimbangan) belum tercapai. Karena seperti yang dikatakan oleh Powell (Gu­bernur The Fed Jerome Powell) bahwa ini akan berlangsung sampai tahun depan," katanya, di Bali, kemarin.


Dia menjelaskan, pelemahan rupiah masih dilatari oleh tren kenaikan yield US Treasury atau imbal hasil surat utang AS bertenor 10 tahun tembus 3,4 persen. Ditambah lagi, kenaikan suku bunga acuan The Fed masih akan naik satu kali lagi dalam 2018.

"Ditambah tahun depan (naiknya) antara dua sampai tiga kali. Itu berarti kenaikannya sudah bisa diprediksi," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah In­donesia memang harus melaku­kan penyesuaian atas dinamika ekonomi global, termasuk strategi dalam pembiayaan pem­bangunan. Namun, fleksibilitas dalam nilai tukar rupiah tidak bisa dihindarkan karena hal ini merupakan respons terhadap pe­rubahan lingkungan global yang masih akan terus berjalan.

Untuk menghadapi itu, Ke­menterian Keuangan bersama Bank Indonesia akan mener­bitkan kebijakan yang selaras antara penjagaan stabilitas nilai tukar, makroprudensial, dan moneter. "BI melakukan policy mix dengan domain BI dalam kelola nilai tukar, makropruden­sial dan dari sisi intervensi. Sementara kami melakukan policy mix dengan moneter," kata Menkeu.

Ketua Umum Asosiasi Pengu­saha Indonesia (Apindo) Hari­yadi B Sukamdani mengata­kan, untuk memperkuat rupiah, ketergantungan terhadap dolar AS harus dikurangi. Caranya adalah dengan diversifikasi mata uang saat melakukan transaksi internasional.

Berdasarkan perhitungan Apindo, apabila rencana terse­but diaplikasikan dengan baik dan disetujui pemerintah, nilai tukar rupiah akan menguat pada kisaran Rp 13.000-Rp 13.500 per dolar AS. Penyebab rupiah terus tertekan terhadap dolar AS ada­lah terlalu besarnya pemintaan domestik terhadap greenback.

Di satu sisi, para importir membutuhkan dolar AS untuk membeli barang. Di sisi lain, eksportir yang mendapatkan dolar AS dari penjualnya enggan mengonversikannya ke rupiah dengan berbagai alasan.

Untuk itu, pengusaha komit­men akan ekspor menggunakan mata uang negara tujuan. "Misalnya, ke Cina ya pakai reminbi atau ke Uni Eropa pakai euro," tuturnya pekan lalu. Langkah tersebut, menurutnya, praktis akan mengurangi ketergan­tungan eksportir dan importir terhadap dolar AS.

Sebelumnya, Deputi Guber­nur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, pada dasarnya kondisi nilai tukar rupiah masih aman meski nilai tukarnya sudah menyentuh level 15.000 per dolar AS. "Kamu jangan lihat levelnya. Masih aman, yang penting supply dan demand-nya masih jalan," kata Mirza.

Mirza menjelaskan, nilai tukar tidak hanya dilihat dari angkanya saja. Melainkan dari faktor-faktor pendorong lainnya.

"Lihat bagaimana volatili­tasnya, bagaimana supply dan demand-nya. Kita sudah mengalami volatilitas ini sejak tahun 2013. Dari Rp 10.000 ke Rp 11.000, lalu jadi Rp 12.000, jadi Rp 13.000," ujar dia.

Selain itu, dia menyatakan kondisi pelemahan nilai tukar saat ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Hal itu juga terjadi di beberapa negara lain yang mengalami hal serupa, bahkan lebih parah. Misalnya, India, Filipina, Meksiko, Brasil, dan Afrika Selatan.

"Bahkan negara-negara maju yang suku bunganya lebih ren­dah dari AS juga mengalami pelemahan kurs. Australia juga. Jadi, yang penting supply dan demand-nya berjalan dengan baik, inflasi terjaga dengan baik. Jadi, jangan terpaku pada level," kata dia. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya