. Komisi IV DPR tengah bersiap revisi UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Ketua Kaukus Parlemen Papua dan Papua Barat Robert J Kardinal berharap, dalam pelaksanaannya nanti, revisi itu memerhatikan kebudayaan dan adat istiadat masyarakat. Revisi itu harus sinkron dengan UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus).
“Dalam revisi nanti, harus mengakomodir kepentingan adat dan istiadat serta kebudayaan masyarakat asli di daerah-daerah. Catatan penting saya, penyelesaian revisi harus memerhatikan kekhususan UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus. Supaya tidak banyak tumpang tindih," kata Robert, kemarin (Jumat, 5/10.
Salah satu kebudayaan yang harus diperhatikan adalah hak ulayat di Papua. Dia meminta agar revisi UU Kehutanan nanti secara gamblang mengatur kebudayaan masyarakat Papua atas kepemiikan tanah. “Di Papua itu tidak ada satu jengkal tanah pun yang tidak ada pemiliknya. Semua itu pasti ada orangnya. Ada tuannya. Itu yang penting sekali,†terang Bendarahara Umum Partai Golkar ini.
Mengenai UU Otsus, Robert menjelaskan ada pengaturan kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang dilakukan dengan kekhususan. UU itu menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama.
Keberadaan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta perangkat di bawahnya diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan pemberdayaan rakyat.
Robert kemudian mencontohkan tentang upacara adat pemberian mahkota burung cenderawasih yang berlangsung turun-temurun di Papua. Dia ingin revisi nanti menjamin kelestarian budaya dan adat tersebut. Jangan karena pelestarian hutan, budaya tersebut dianggap melanggar.
Dia mengakui, tradisi pemberian mahkota burung cenderawasih ini menjadi sorotan para aktivis lingkungan. Sebab, mahkota yang dipakai merupakan burung cenderawasih asli yang diawetkan. Namun, tidak berarti budaya tersebut harus dilarang.
Kata Robert, pemakaian mahkota tersebut masih bisa disiati. Caranya, dengan memberikan replika ke masyarakat. Dengan begitu, burung endemik Papua terjaga kelestariannya.
“Saya minta agar adat ini diperhatikan, khususnya masyarakat Papua dan Papua Barat. Jadi, nantinya jangan memberi tamu yang hadir dalam kegiatan apa pun dengan mahkota burung cenderawasih yang dimatikan. Namun, budaya jangan dilarang. Yang dilarang cukup tidak menggunakan burung asli. Sebabm penggunaan burung itu turut menghancurkan ekosistem. Satu contoh seperti itu," jelas Robert.
Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mencoba memberi penjelasan. Pentolan Partai Gerindra ini menegaskan bahwa revisi UU Kehutanan justru memperkuat posisi masyarakat adat.
“Masyarakat adat adalah bagian dari budaya yang harus kita akui keberadaannya. RUU ini akan perkuat mereka. Sebab, mereka adalah bagian dari kearifan lokal. Ini yang harus kita hidupkan,†kata Edhy.
Menurut Edhy, UU Nomor 41/1999 sudah tidak sesuai dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan serta tuntutan perkembangan zaman. Sebab dalam implementasinya, banyak terjadi permasalahan seperti berkurangnya luas kawasan hutan, alih fungsi kawasan hutan, hingga konflik dengan masyarakat adat. Makanya, UU tersebut harus direvisi.
Dalam revisi itu, pihaknya akan mengarahkan pengelolaan hutan bisa sejalan dengan konstitusi. Setiap upaya penyelenggaraan kehutanan harus mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan, dan berkelanjutan.
“Mengelola hutan saat ini bukan hanya masalah hewan dan tanaman, tetapi juga kepentingan manusia yang tinggal di hutan. Karena itu, hadirnya RUU Kehutanan harus mengakui eksistensi hutan adat,†katanya.