Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
DALAM perspektif kristiani, ada yang mempertentangÂkan atau memperhadap-hadapkan antara figur Hawa dan Maryam. Hawa dianggap figur yang memÂbumikan manusia dari lanÂgit kebahagiaan turun ke bumi penderitaan. SedanÂgkan Maryam sebaliknya, melahirkan Nabi Isa (oleh umat kristiani disebut Yesus KrisÂtus), yang kemudian menjadi simbol pelanÂgitan manusia. Ada juga kalangan yang berÂpandangan sebaliknya, menganggap Hawa dan Maryam adalah sepasang perawan yang saling melengkapi. Jika Hawa yang muncul dari Adam menjadi simbol kejatuhan manuÂsia, maka Maria perawan suci yang melahirÂkan Nabi Isa sebagai simbol kemenangan dan keterangkatan manusia ke langit atas. Melalui simbol kesucian dan kasih sayang Maryam, maka manusia akan menguasai dosa yang diwariskan oleh simbol Hawa, sang pembawa bencana dengan kekuataanÂnya sebagai penggoda (temptator). PemahaÂman seperti ini melahirkan kelompok yang berpaham misoginis, sebuah paham yang membenci perempuan karena dianggap seÂbagai faktor yang selalu melemahkan atau menurunkan martabat kemanusiaan.
Dalam literatur kekristenan dijelaskan, bahwa perempuan yang dimaksudkan di sini adalah Hawa yang telah tergoda dengan ular atau syaitan tersebut, dan akhirnya teÂlah melanggar perintah Tuhan. Ayat-ayat daÂlam Al Kitab cenderung memojokkan agama Kristen di mata kaum feminis. Tidak heran jika tidak sedikit buku-buku feminis terang-terangan menistakan Bibel, khususnya daÂlam Kitab Kejadian. Wacana Hawa-Maryam seperti ini mengingatkan kita kepada konsep Maya dalam perspektif agama Hindu yang diÂlukiskan sebagai "Divine Principle" yang beÂrakar dari ketidakterbatasan Tuhan. Ia adalah penyebab Esensi Ilahiyah memancar keluar dari Diri-Nya ke dalam manifestasi.
Dalam pandangan ini, Maya adalah Hawa dan juga sekaligus Maryam. Ia merupakan simbol perempuan penggoda (seductive) tetapi sekaligus dan perempuan membeÂbaskan (pneumatic). Ia "descendent" (al-nuÂzuli) tetapi sekaligus "ascendant" (al-su’udi). Ia mengasingkan (al-farq) tetapi sekaligus menyatukan kembali (al-jam'). Ia menghijab agar bisa berjuang memanifestasikan segala potensi Kebaikan Sang Agung (the Supreme Good), tetapi juga menyingkapkan-Nya, agar ia memanifestasikan kebaikan yang lebih baik. Tentu saja akan muncul berbagai akiÂbat yang muncul dari dosa yang diadreskan kepada Hawa, akan tetapi kesucian dan keÂmuliaan Maryam secara total akan menghaÂpuskan dosa Hawa. Dalam sudut pandang seperti ini, Eksistensi dan puncak keilahian, tidak akan ada ambiguitas lagi, dan kejahaÂtan (evil) akan menjadi terhapus. Pada punÂcaknya, apapun selain dari al-Ashl al-Ilahi (The Divine Principle) hanyalah "penampilan"; hanya Al-Haq yang benar-benar Real, dan maka itu Hawa secara tak terbatas telah diÂmaafkan dan mendapat kemenangan dalam Maryam.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03
UPDATE
Minggu, 14 Desember 2025 | 10:04
Minggu, 14 Desember 2025 | 10:02
Minggu, 14 Desember 2025 | 09:43
Minggu, 14 Desember 2025 | 09:16
Minggu, 14 Desember 2025 | 09:01
Minggu, 14 Desember 2025 | 08:51
Minggu, 14 Desember 2025 | 08:17
Minggu, 14 Desember 2025 | 08:08
Minggu, 14 Desember 2025 | 07:40
Minggu, 14 Desember 2025 | 07:31