Berita

Hukum

KPK Sudah Sering Minta Pendapat Ahli Soal Pidana Korporasi Golkar

JUMAT, 14 SEPTEMBER 2018 | 15:27 WIB | LAPORAN:

. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah sering meminta pendapat para ahli terkait peluang menjerat Partai Golkar dengan pidana korupsi korporasi.

Jurubicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, bahwa permintaan pendapat dari para ahli tersebut tidak hanya dispesifikan untuk peluang pidana korporasi saja, tetapi juga untuk semua perkara korupsi lainnya.

"Permintaan pendapat ahli sudah sering dilakukan tidak hanya spesifik terhadap korporasi saja tapi terkait dengan seluruh penanganan perkara," ujar Febri dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (14/9).

Lebih lanjut Febri menuturkan, keterangan dari para ahli itu akan dijadikan sebagai barang bukti penanganan perkara.

"Alat bukti itukan ada lima, salah satu alat bukti itu ahli,” kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan mengatakan bahwa Golkar berpeluang untuk dikenakan pidana korporasi.

Mengingat, terdapat kesaksian dari tersangka mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih yang menyatakan, ada sejumlah dana korupsi yang diterimanya mengalir ke Munaslub Golkar pada Desember 2017 lalu.

"Bisa saja (dikenakan pidana korporasi)," ucap Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, Jakarta, pada Senin lalu (3/9).

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka yakni Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, pemilik saham Blackgold Natural Resources Johannes B Kotjo, dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

Eni diduga menerima uang Rp 6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap dengan rincian Rp 4 miliar sekitar November-Desember 2017 dan Rp 2,25 miliar pada Maret-Juni 2018. Pemberian uang terkait proyek PLTU Riau-1.

Menurut Eni, sebagian dari uang yang diterimanya tersebut, ia berikan untuk keperluan pelaksanaan Munaslub Golkar.

Saat itu, Eni adalah bendahara panitia Munaslub Partai Golkar. Sedangkan yang menjadi Ketua Panitia adalah Agus Gumiwang, politisi Golkar yang kini menjabat Menteri Sosial. [rus]

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya