Berita

Nasaruddin Umar/Net

Renungan Tahun Baru Hijriyah (1):

Fa Aina Tadzhabun?

RABU, 12 SEPTEMBER 2018 | 08:16 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

TIDAK terasa kita sekarang berada dalam tahun baru 1440 Hijriyah . Merayakan tahun baru merupakan ac­ara rutin dalam kehidupan kita. Namun jenis perayaan itu sering kali dipenuhi den­gan acara hura-hura dan suka ria. Jarang di antara kita memaknai pergantian tahun baru itu dengan muhasabah, membuat perhitungan tentang hal-hal yang pernah kita lewati dan apa yang akan kita hadapi. Kalau­pun ada, umumnya di antara kita hanya mem­punyai perhitungan duniawi semata. Sealah-olah kita akan hidup berkepanjangan. Padahal, kenyataan dalam kehidupan kita selalu ada yang pergi (meninggal) dan ada yang dating (lahir). Yang pergi takkan mungkin kembali lagi dan yang datang tidak ada kepastian berapa lama ia akan bertahan hidup. Yang pasti, ban­yak cara orang berakhir dalam kehidupannya; mulai dari yang sakit, kecelakaan, bencana alam, sampai kepada lompat dari apartemen.

Dalam memaknai tahun baru kita kali ini, ada baiknya kita membuat variasi khusus den­gan cara melakukan perenungan batin. Untuk yang beragama Islam, kita sebaiknya menghi­tung amal kebajikan dan perbuatan dosa dan maksiyat yang pernah kita lakukan. Harapan kita selanjutnya bagaimana menjalani sisi-si­sa kehidupan yang Tuhan pinjamkan. Sehu­bungan dengan ini menarik untuk kita ingat sebuah ayat yang berdiri sendiri, menyentak dan seolah-olah mengajak kita kembali un­tuk mempelajari arah dan perjalanan hidup kita seusai menjalani bulan puasa. Ayat terse­but ialah: "Maka kalian mau kemana?" (Q.S. al-Takwir/81:26). Ayat ini seperti menyentak dan mengingatkan kita akan tujuan dan arti sebuah perjalanan hidup kita setelah digodok dan dibersihkan sebulan penuh dalam bulan Ramadlan. Ayat ini juga sekaligus mengingat­kan arti penting setiap orang untuk memiliki visi kebersaan sebagai sama penghuni kolong langit bangsa Indonesia.

"Kalian mau kemana?" menjadi pertanyaan penting yang sarat dengan makna. Kita sehar­usnya menyadari bahwa seusai Allah member­sihkan hidup kita maka seharusnya kita pun berhati-hati menjalani hidup ini. Maksudnya, kehidupan yang tersisa ini seharusnya kita jalani dengan visi dan tujuan yang jelas supa­ya kita tidak termasuk orang yang amar mer­ugi di kemudian hari. Alangkah ruginya kalau kehidupan sebelum dan sesudah Ramadhan tidak ada bedanya. Lebih rugi lagi jika had­iah Tuhan berupa Ramadhan tidak kita man­faatkan dengan baik. "Kalian mau kemana?" seharusnya menjadi direction kita semua un­tuk menjalani kehidupan ini dengan niat yang penuh denga perencanaan lebih baik.


Pertanyaan Tuhan ini bukan hanya pent­ing dihayati secara individu tetapi juga un­tuk keluarga, masyarakat, dan bangsa. Se­bab ayat tersebut menggunakan lafadz jamak (tadzhabun). Jadi yang perlu mendapatkan direction kehidupan bukan hanya diri sendi­ri melainkan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Yang akan celaka bila tidak men­jalani tata kelola kehidupan ini (khalifah) bukan hanya orang perorangan tetapi juga anggota masyarakat. Al-Qur'an lebih tegas menyata­kan bahwa: Likulli ummatin ajal/Setiap umat (orde) itu juga punya ajal. "Idza ja'a ajaluhum la yasta'khiruna sa’atan wa la yastaqdimun (Dan apa bila ajal itu datang tidak akan per­nah dapat ditunda atau dimajukan"). Orang, keluarga, atau masyarakat yang tidak memi­liki visi dan tujuan maka dikhawatirkan ajalnya akan tiba lebih awal. Khusus untuk ajal suatu masyarakat, Ibnu Khaldun pernah mengin­gatkan kepada kita terhadap empat generasi yang akan menentukan cepat atau lambatnya ajal masyarakat itu tiba, yaitu: Pertama gen­erasi perintis, Kedua generasi pembangun, ketiga generasi penikmat, dan keempat gen­erasi penghancur.

Banyak contoh dalam kisah Al-Qur'an yang menunjukkan betapa riskannya ajal sebuah generasi. Terkadang individu yang memiliki perencanaan yang matang di dalam menjalani kehidupannya lebih panjang ajalnya dari pada ajal masyarakatnya. Di antara generasi bang­sa Indonesia banyak sekali yang pernah mera­sakan beberapa pergantian generasi (orde). Ada yang pernah menyaksikan tibanya ajal penjajahan Jepang, Belanda, Orde Lama, dan orde baru. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

Platform X Setor Denda ke Negara Atas Pelanggaran Konten Pornografi

Minggu, 14 Desember 2025 | 10:04

Prabowo Komitmen Tindak Tegas Pembalakan Liar di Sumatera

Minggu, 14 Desember 2025 | 10:02

KPK Sebut Temuan BPK Soal Penyelenggaraan Haji Tahun 2024 Jadi Informasi Tambahan

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:43

Prabowo Pastikan Distribusi Pangan Jangkau Wilayah Bencana Terisolasi

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:16

Cuaca Jabodetabek Cenderung Cerah Berawan di Akhir Pekan

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:01

Koalisi Permanen Perburuan Kekuasaan atau Kesejahteraan Rakyat?

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:51

KPK Masih Telusuri Dugaan Alur Perintah Hingga Aliran Uang ke Bupati Pati Sudewo

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:17

JEKATE Running Series Akan Digelar di Semua Wilayah Jakarta

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:08

PAM Jaya Didorong Turun Tangan Penuhi Air Bersih Korban Banjir Sumatera

Minggu, 14 Desember 2025 | 07:40

PKS Jakarta Sumbang Rp 1 M untuk Korban Bencana Sumatera

Minggu, 14 Desember 2025 | 07:31

Selengkapnya