Tersangka suap Hakim PN Medan, Merry Purba menangis tersedu-sedu dan mengaku telah dipingpong penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hakim Ad hoc PN Medan itu sebelumnya datang memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, selang beberapa puluh menit kemudian, Merry keluar.
Ia diantar kembali ke Rutan sekitar 11.31 WIB. Pemeriksaan berlangsung sebentar, karena diberitahukan bahwa sedang ada perubahan nomor surat penyidikan dan akan diperiksa ulang pada pukul 13.00 WIB.
"Kemudian, saya dikembalikan di Rutan. Sesampainya belum setengah jam, saya dikabarkan akan diperiksa di gedung sebelah. Dikabarkan sudah ada penyidik. Tadi kan informasinya jam 1 saya diperiksa," ujarnya kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/9).
Merry tiba lagi di Gedung KPK sekitar pukul 13.06 WIB. Sebelum masuk gedung, ia curhat pada awak media bahwa telah dipingpong.
"Jadi saya makan cuma 2 - 3 sendok nasi. Udah itu datang lagi perintah dari petugas, ini penyidik sudah nunggu. Ini kenapa kok bisa salah-salah begitu," tambahnya.
Merry mengatakan, sesaat sebelum dibawa kembali ke Gedung KPK, ia diminta oleh seorang penyidik KPK berinisial Boy untuk merubah terlebih dahulu nomor Berita Acara Pernyataan sebelum diperiksa ulang.
"Boleh Bu, dirombak dulu ada sedikit kesalahan dari nomor Berita Acara Pernyataan," cerita Merry sambil menagis tersedu-sedu.
Lantas, dengan kejadian ini, Merry mengaku perlu pendampingan pengacara.
"Saya mohon supaya saya di dampingi kuasa hukum," imbuh Merry sebelum masuk Gedung KPK.
Sebagai informasi, Merry merupakan satu dari empat tersangka kasus suap terhadap PN Medan yang tengah ditangani KPK.
Empat tersangka itu yakni, Helpandi, Merry Purba, Tamin Sukardi selaku pihak swasta, dan Hadi Setiawan yang merupakan orang kepercayaan Tamin.
Merry diduga menerima uang sebesar 280 ribu dolar Singapura dari Tamin. Uang suap tersebut diberikan secara dua tahap melalui dua orang perantara.
Pemberian tahap pertama dilakukan pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Marriot Medan sebesar 150 ribu dolar Singapura melalui perantara Helpandi dan Hadi Setiawan.
Kemudian, untuk pemberian kedua adalah sebesar 130 ribu dolar Singapura yang diduga akan diberikan kepada Merry oleh Helpandi pada 28 Agustus 2018 di PN Medan. Namun, saat sedang transaksi KPK keburu melakukan OTT.
KPK menduga uang tersebut diberikan oleh Tamin kepada Merry untuk mempengaruhi putusan perkara kasus korupsi penjualan tanah berstatus aset negara yang menjerat Tamin.
Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
[jto]