Berita

Azmi Syahputra/Net

Hukum

Belum Perlu UU, Penyadapan Cukup Dalam KUHAP

JUMAT, 31 AGUSTUS 2018 | 07:59 WIB | LAPORAN:

Penyadapan saat ini tetap menjadi salah satu instrumen yang efektif dalam membantu penegak hukum dalam mengungkap peristiwa tindak pidana.

Demikian disampaikan dosen hukum pidana Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra saat menghadiri seminar nasional 'Penyadapan Di dalam Negara Hukum' yang diadakan Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Brawijaya dan Kementerian Hukum dan HAM di Graha Pengayoman, Jakarta, Kamis (29/9).

Azmi menjelaskan, penyadapan masih diatur dalam sembilan regulasi perundang-undangan nasional. Di mana masing-masing institusi dapat saja melakukan penyadapan. Namun untuk membatasi penyalahgunaan kewenangan penyadapan, menurut dia, perlu adanya pengaturan khusus.



"Karena perlindungan HAM itu terlihat dari hukum acaranya maka sebenarnya dapat disederhanakan, cukup diatur dalam satu bab dalam KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana) tentang penyadapan. Jadi lebih mudah dan segera dapat dioperasionalkan," jelas Azmi.

"Jadi belum perlu UU khusus penyadapan," simpulnya.

Azmi menekankan, ada beberapa poin penting yang jadi perhatian dan catatan isu publik saat ini dalam Rancangan KUHAP. Di antaranya memasukkan mekanisme izin, syarat syarat penyadapan dan berapa lama, pihak yang bertanggung jawab atas materi penyadapan atau menghancurkan materi rekaman agar tidak disalahgunakan karena ini terkait dengan hak privasi, sekaligus sah atu tidak sahnya penyadapan dapat menjadi kewenangan untuk diuji dalam praperadilan.

Termasuk, sebut Azmi, jika perlu harus ada lembaga pengawas penyadapan nasional karena ada sembilan UU yang dapat memberikan otoritas pada lembaga negara untuk dapat menyadap.

"Maka berkait penyadapan ini, hal yang paling esensi juga dalam revisi hukum acara ke depan adalah adanya pembatasan berapa lama penyelidikan agar tidak ada istilah 'penyidikan yang berbelit-belit' dengan berbagai alasan, ini harus clear," tegasnya.

Sebab jika tidak dibatasi lama penyidikan yang berbelit-belit, ia khawatir dapat disalahgunakan aparat hukum.

Jaksa juga perlu diberi kewenangan sadap, termasuk menyadap hakim dalam menjalankan sebuah perkara, sehingga tidak harus menunggu seseorang ditetapkan jadi tersangka.

"Karena tidak jarang hakim melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kewajibannya termasuk misalnya terjadinya banyak OTT kasus hakim dalam menyidangkan sebuah perkara," terangnya. [wid]

Populer

UPDATE

Selengkapnya