Regulasi yang sederhana dan tidak berbelit merupakan cara efektif untuk mencegah para calon pekerja migran menempuh jalur ilegal.
Pemberlakuan moratorium bukan satu-satunya jalan yang bisa dipilih untuk pencegahan, moratorium justru menutup adanya potensi remitansi.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy menjelaskan, remitansi yang selama ini dikirim para pekerja migran kepada keluarga di kampung halaman terbukti telah meningkatkan perekonomian lokal. Banyak keluarga dari pekerja migran yang akhirnya bisa memulai usaha atau mengembangkan usaha dan juga menyekolahkan anggota keluarga.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya mau melihat dan mempelajari kembali regulasi penerimaan dan pemberangkatan pekerja migran. Regulasi yang sudah ada dinilai masih memberatkan dan hal inilah yang menyebabkan banyaknya para calon pekerja migran yang memilih menggunakan jalur ilegal.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya mau melihat dan mempelajari kembali regulasi penerimaan dan pemberangkatan pekerja migran. Regulasi yang sudah ada dinilai masih memberatkan dan hal inilah yang menyebabkan banyaknya para calon pekerja migran yang memilih menggunakan jalur ilegal.
"Jalur resmi dinilai tidak mengakomodir atau menghalang-halangi mereka. Logikanya adalah jika jalur resmi dibuat lebih efektif tanpa birokrasi yang berbeli-belit, otomatis para calon pekerja migran akan lebih memilih jalur resmi yang sudah sesuai dengan ketentuan dari pemerintah," papar Imelda kepada wartawan, Selasa (28/8).
Selain itu, yang perlu disoroti adalah mekanisme perekrutan pekerja migran. Para agen pengirim pekerja migran ilegal biasanya mendatangi desa-desa di Indonesia untuk mengajak para perempuan bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji besar. Para perekrut terkadang merupakan kenalan, kerabat atau bahkan penduduk desa itu sendiri.
"Karena merasa percaya dengan agen ini karena dianggap kerabat sekampung maka penduduk desa pun akhirnya terpengaruh dan bersedia menjadi pekerja migran untuk dikirim ke luar negeri. Padahal setelah diselidiki bahwa agen tersebut bekerja untuk lembaga perekrutan yang tidak resmi. Dan salah satu konsekuensinya adalah banyaknya kasus-kasus seperti yang terjadi pada Adelina Sau," jelas Imelda.
Karenanya, untuk meminimalkan aksi tersebut, peran aparat daerah sangat diperlukan. Kepala desa dan jajaran diharapkan bisa melakukan sosialisasi kepada warganya. Aparat desa bisa berkoordinasi dengan dinas ketenagakerjaan setempat. Dengan begitu, penduduk desa punya pengetahuan dan tidak dengan mudah tergiur cara-cara yang tidak resmi.
Selain itu, Imelda juga meminta konsensus terkait pekerja migran di tingkat ASEAN yang sudah ditandatangani Indonesia bisa lebih efektif.
"Konsensus ini diharapkan bisa menghasilkan aturan yang lebih jelas dengan sanksi yang mengikat para anggotanya," demikian Imelda.
[wah]