Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Beban Bunga Utang Bikin APBN Tidak Sehat

SABTU, 25 AGUSTUS 2018 | 20:12 WIB | LAPORAN:

Komisi XI DPR RI mengingatkan pemerintah akan beban bunga utang yang semakin bertambah.

"APBN kita habis dipakai untuk membayar bunga utang. Di outlook APBN 2018, pos pembayaran bunga utang sebesar Rp 249 triliun dan akan bertambah menjadi Rp 275 triliun dalam RAPBN 2019. Ini sudah tidak sehat," jelas anggota Komisi XI Ecky Awal Mucharam kepada wartwan, Sabtu (25/8).

Dia menjelaskan, jumlah bunga utang tersebut fantastis karena sudah menjadi pos belanja terbesar setelah belanja rutin. Lebih besar dari belanja modal, belanja sosial, dan belanja subsidi. Sementara proporsi pembayaran bunga terhadap total belanja negara makin meningkat. Di akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, proporsi bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat hanya 11,1 persen, sekarang sudah 17,2 persen.


"Beban bunga ini mengalami lonjakan karena pemerintahan Jokowi sangat jor-joran berutang. Pemerintah harus menjelaskan kondisi utang secara utuh ke publik. Misalkan memang ada Rp 396 triliun utang yang dilunasi di tahun ini tapi perlu diingat net pembiayaan di outlook APBN 2018 dalam bentuk penerbitan SBN adalah sebesar Rp 388 triliun. Artinya, jumlah utang baru yang ditarik sekitar Rp 784 triliun," papar Ecky.

Di tahun 2017, pemerintah melunasi utang SBN sebesar Rp 284 triliun tetapi menarik utang SBN baru sebesar Rp 726 triliun. Sementara di 2016 pemerintah melunasi Rp 254 triliun tetapi menambah sebesar Rp 660 triliun. Karena itu, selama pemerintahan Jokowi dari 2015-2018, stok utang pemerintah dalam bentuk SBN bertambah Rp 1600 triliun.

"Artinya kita sudah nyaris masuk dalam jebakan utang karena kita berutang sekadar untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang sebelumnya. Ujung-ujungnya yang menikmati adalah para investor khususnya asing yang menerima pembayaran bunga utang tiap tahunnya. Sebagai catatan, surat utang negara kita yang hampir separuhnya dikuasai asing. Ini juga berbahaya untuk stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah," jelas Ecky.

"Jadi, jangan selalu membandingkan debt to GDP ratio dengan negara lain untuk menjustifikasi utang kita, karena kenyataannya biaya utang kita yang mahal telah menggerus APBN. Negara lain yang debt to GDP ratio besar itu bunganya lebih murah dari kita. Dan lebih memprihatinkan lagi, di era pemerintahan Jokowi debt to GDP ratio kita terus naik dari 24 persen menjadi 29 persen," imbuh politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut. [wah]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya