Berita

Nasaruddin Umar/Net

Perempuan Hebat di dalam Al-Qur'an (2)

Hawa Membumikan Manusia

SABTU, 25 AGUSTUS 2018 | 11:16 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

SEMUANYA sudah diran­cang oleh Allah Swt, Sang Maha Pencipta. Termasuk kejatuhan manusia mening­galkan langit kebahagiaan menuju ke bumi penderi­taan. Tidak ada yang perlu disesali, termasuk tidak per­lu memojokkan perempuan sebagai pihak paling ber­tanggung jawab dengan terjadinya "dosa war­isan" yang menyengsarakan manusia. Tidak perlu juga ada teologi misoginis, sebuah keya­kinan yang menimbulkan penyesalan dan ke­bencian kepada perempuan yang dianggapnya sebagai "penggoda" (temptator), menyebab­kan suaminya, Adam tergoda memakan buah terlarang dari pohon keabadian (al-syajarah al-khuld). Dalam ayat Al-Qur'an sudah ban­yak ditegaskan kalau tempat hunian manusia itu adalah bumi, sebagaimana ditegaskan da­lam ayat: : "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hen­dak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantia­sa bertasbih dengan memuji Engkau dan me­nyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesung­guhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. al-Baqaeah/2:30).

Jatuhnya manusia ke bumi sebuah hikmah besar bagi manusia dan dunia kemanusiaan. Seandainya nenek moyang kita Adam dan Hawa tidak turun ke bumi dan tetap saja di sur­ga, maka bisa dipastikan keduanya tidak mem­punyai keturunan dan tentu kita semua tidak ada. Surga bukan tempat untuk berkembang biak melainkan tempat untuk menerima bala­san prestasi yang pernah dilakukan di bumi. Kita harus memahami bahkan mensyukuri ke­jatuhan Adam dan Hawa ke bumi karena peris­tiwa itulah yang melahirkan kapasitas manusia sebagai khalifah (al-khalaif al-ardh). Seandain­ya keduanya tetap di surga tentu gelar kekhali­hahan mulia ini tidak pernah diraih.

Kisah kejatuhan manusia ke bumi, para te­olog banyak menyalahkan Hawa. Dalam tra­disi Yahudi dan Kristen masih sering memba­has secara dramatikal Kitab Kejadian (Genesis) Perjanjian Lama, khususnya pasal 1-23, yang melukiskan perempuan sebagai subordinasi laki-laki dan penyebab dosa warisan. Pasal-pasal tersebut juga melahirkan tafsir misog­inis, seperti diungkapkan dalam Kitab Talmud, sebuah kitab tafsir bible yang amat klasik, teru­tama dapat dilihat di dalam Kitab Eruvin 100b, di sana dijelaskan bahwa akibat pelanggaran Hawa/Eva di Surga maka kaum perempuan se­cara keseluruhan akan menanggung 10 beban penderitaan, yaitu: 1) Perempuan akan men­galami siklus menstruasi, yang sebelumnya tidak pernah dialami Hawa di surga. 2) Perem­puan yang pertama kali melakukan persetubu­han akan mengalami rasa sakit. 3) Perempuan akan mengalami penderitaan dalam mengasuh dan memelihara anak-anaknya. 4) Perempuan akan merasa malu terhadap tubuhnya send­iri. 5) Perempuan akan merasa tidak leluasa bergerak ketika kandungannya berumur tua. 6) Perempuan akan merasa sakit pada waktu melahirkan. 7) Perempuan tidak boleh men­gawini lebih dari satu laki-laki. 8) Perempuan masih akan merasakan keinginan hubungan seks lebih lama sementara suaminya sudah tidak kuat lagi. 9) Perempuan sangat berhasrat melakukan keinginan berhubungan seks terh­adap suaminya, tetapi amat berat menyampai­kan hasrat itu kepadanya. 10) Perempuan lebih suka tinggal di rumah.


Dalam Kitab Perjanjian Lama sendiri secara tegas dinyatakan dalam Kitab Kejadian (3:12): "Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan". Sebagai sanksi terhadap kesalahan perem­puan itu maka kepadanya dijatuhkan sanksi sebagaimana disebutkan dalam Kitab Kejadian 3:16:"FirmanNya kepada perempuan itu: "Su­sah payahmu waktu mengandung akan kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan be­rahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu."

Mungkin itulah sebabnya para feminis Barat sering memojokkan Kitab Kejadian sebagai sa­lahsatu faktor lahirnya diskriminasi jender, yang menempatkan kaum pria sebagai the first sex dan perempuan sebagai the second sex den­gan segala konsekwensinya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

12 Orang Tewas dalam Serangan Teroris di Pantai Bondi Australia

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:39

Gereja Terdampak Bencana Harus Segera Diperbaiki Jelang Natal

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:16

Ida Fauziyah Ajak Relawan Bangkit Berdaya Amalkan Empat Pilar Kebangsaan

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:07

Menkop Ferry: Koperasi Membuat Potensi Ekonomi Kalteng Lebih Adil dan Inklusif

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:24

Salurkan 5 Ribu Sembako, Ketua MPR: Intinya Fokus Membantu Masyarakat

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:07

Uang Rp5,25 Miliar Dipakai Bupati Lamteng Ardito untuk Lunasi Utang Kampanye Baru Temuan Awal

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:34

Thailand Berlakukan Jam Malam Imbas Konflik Perbatasan Kamboja

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:10

Teknokrat dalam Jerat Patronase

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:09

BNI Dukung Sean Gelael Awali Musim Balap 2026 di Asian Le Mans Series

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:12

Prabowo Berharap Listrik di Lokasi Bencana Sumatera Pulih dalam Seminggu

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:10

Selengkapnya