Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Soal Utang, SMI Dan Zulhas Saling Menyesatkan

SELASA, 21 AGUSTUS 2018 | 19:33 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

BAGIAN pidato Ketua MPR Zulkifli Hasan (Zulhas) pada Sidang Tahunan MPR RI dituding politis dan menyesatkan. Adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati (SMI) yang melontarkan. Kedua pihak tidak membantah bahwa pemerintahan Jokowi menambah utang.

Zulhas tak tinggal diam. Setelah SMI menuding, Ketua MPR ini bereaksi, balik menuding. “Justru SMI yang menyesatkan.”

Saling tuding antara Ketua MPR dan Menteri Keuangan menyedot perhatian publik. Keduanya melepas jejeran beragam data dan analisis terkait rasio utang pemerintah. Tentu saja dengan versi masing-masing, sesuai kepentingan. Namanya juga saling tuding.

"Yang menyesatkan itu Menteri Keuangan bukan ketua MPR. Ini MPR dan DPR lembaga politik, bukan lembaga sosial. Jadi ngomong politik, ini tempatnya," ucap Zulhas menepis “kesesatan” yang ditudingkan SMI.

Melihat perseteruan argumentasi keduanya, rakyat kebanyakan plangak-plongok. Tak mengerti soal utak-atik jejeran angka rasio utang pemerintah yang dibeberkan. Baik oleh Zulhas atau SMI. Rakyat hanya menjadi “penikmat” atas kebiasaan prilaku pemerintah menciptakan utang.

Rakyat kebanyakan tidak mengerti, adakah kaitan naiknya harga telur, beras, bahan bakar, impor garam, pencabutan subsidi, pembangunan infrastruktur atau melonjaknya tarif listrik dan jalan tol dengan kesukaan pemerintah membuat utang. Pengetahuan yang dimiliki rakyat, tak mampu menjangkau gocekan angka-angka utang itu.

Ada pernyataan SMI yang menarik. Seakan ingin menekankan bahwa utang-utang yang dibayar pemerintahan saat ini akibat utang pemerintahan sebelumnya.

Pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp 396 triliun, dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017. Dari jumlah tersebut 44 persen adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015 (sebelum Presiden Jokowi).

Ketua MPR saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu. Pembayaran utang saat ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi dari utang masa lalu, mengapa baru sekarang diributkan?

Rangkaian kalimat SMI, membangkitkan ingatan publik. Bukankah SMI juga menjadi bagian dari pemerintahan masa lalu. Dan kini menjadi bagian dari Pemerintahan Jokowi. Dalam posisi yang sama, Menteri Keuangan.

Ketika itu, publik melalui layar kaca, sangat akrab dengan wajah SMI. Apalagi ketika Century Gate gencar dibedah Pansus DPR RI. Adakah yang meributkan sekarang?

Bentangan angka-angka dan rasio utang pemerintah yang dibeberkan Zulhas dan SMI, hanya berarti bagi kalangaan tertentu. Bagi rakyat kebanyakan, tak bermakna. Mereka tak paham.

Sisi lain yang juga menarik, bantahan SMI dilansirnya melalui akun Facebook resmi Sri Mulyani Indarwati, pada Senin (20/8/2018) pagi.

Bagi praktisi komunikasi dan Hukum Tata Negara atau ilmu pemerintahan, ada hal yang menarik. Pernyataan SMI dilansir melalui jejaring akun FB pribadi. Sehingga bisa diartikan sebagai pendapat yang bersifat pribadi. Bukan institusional. Apalagi Kementerian Keuangan memiliki jejaring situs resmi.

Mengapa SMI tidak melakukan bantahan secara langsung, misalnya melalui konferensi pers. Seperti yang biasa dilakukannya.

Dari sisi komunikasi, ini sebagai bentuk langkah aman yang diambil SMI. Jika dilakukan melalui konferensi pers, akan muncul dinamika. Tanya-jawab antara SMI dengan wartawan akan berlangsung alot. Maklum saja, saling tuding menggunakan kata menyesatkan, meluncur di tengah tahun politik. Selip-selip, malah memperlebar persoalan. Melalui akun FB, postingan kalimat-kalimat argumentasi aman disingkronkan dengan data, sangat bisa disempurnakan secara paripurna.

Terlepas dari kesahihan argumentasi atas rasio data utang, baik yang diungkapkan Zulhas ataupun SMI, dibalik data-data itu, point pentingnya adalah: Keduanya tidak menyanggah bahwa Pemerintahan Jokowi melakukan penambahan utang. Tidak mengurangi utang. Adakah yang membantah?

Dan untuk membayar utang yang jatuh tempo, memang memberatkan. Setidaknya itu diakui sendiri oleh SMI ketika Konferensi Pers RAPBN 2019, di Media Center Asian Games 2018, Jakarta Convention Center (JCC), Kamis, 16 Agustus 2018.

“Bahwa tahun depan pemerintah menghadapi tantangan cukup berat, khususnya dalam mengelola anggaran karena utang jatuh tempo yang besar. Sedikitnya besar utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah di tahun 2019 mencapai Rp 409 triliun.” [dem]

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

UPDATE

Cuma Rebut 1 Gelar dari 4 Turnamen, Ini Catatan PBSI

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:37

Anggaran Dipangkas Belasan Triliun, Menag: Jangan Takut!

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:31

Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,03 Persen Sepanjang 2024

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:23

Aset Raib ID Food Ancam Asta Cita Prabowo

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:13

Persoalkan Penetapan Tersangka, Tim Hukum Hasto Ungkap Sprindik Bocor

Rabu, 05 Februari 2025 | 13:10

Setelah Identifikasi, Jasa Raharja Pastikan Salurkan Santunan Kecelakaan GTO Ciawi

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:59

Truk Pengangkut Galon Kecelakaan, Saham Induk Aqua Anjlok Merosot 1,65 Persen

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:57

Komisi V DPR Minta Polisi Investigasi Perusahaan Aqua

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:51

Partai Buruh Geruduk Kantor Bahlil Protes LPG 3 Kg Langka

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:41

DPR Siap Bikin Panja Imbas Laka Maut Truk Galon Aqua

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:30

Selengkapnya