Berita

Bisnis

Pemburu Rente Ancaman Kedaulatan Pelabuhan Nasional

RABU, 15 AGUSTUS 2018 | 18:11 WIB

Sebagai refleksi  kemerdekaan atas kedaulatan pelabuhan Indonesia, akademisi Yogyakarta mengadakan diskusi publik bertajuk "Melawan Konspirasi Global Pengelolaan Pelabuhan Nasional".

Diskusi tersebut mengupas kasus perpanjangan kontrak pelabuhan petikemas Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Koja yang kembali diperpanjang dengan asing Hutchison Hong Kong.

Menurut akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) Dr Arie Sujito, kasus kontrak JICT-Koja perlu diketahui publik secara luas.


"Saya yakin jika Presiden Jokowi mengetahui duduk permasalahan sesungguhnya kasus kontrak JICT-Koja, peluang (kontrak) itu dievaluasi sangat besar," ujar Arie di Sanggar Maos Tradisi, Yogyakarta, Rabu (15/8).

Menurutnya, dalam kerangka visi Nawacita, maka penting kedaulatan ditegakkan dalam kasus JICT-Koja.

"Dalam tubuh BUMN, ada sengkarut birokrasi yakni pemburu rente sehingga seringkali regulasi disiasati. Ini yang terjadi pada perpanjangan kontrak JICT-Koja," ujar Arie.

"Ada pesan penting soal kedaulatan dan ketahanan ekonomi pengelolaan pelabuhan nasional. Kasus JICT jauh lebih mudah dipecahkan daripada (kasus) Freeport. Kritisi pekerja JICT sudah sesuai dengan visi nawacita namun malah dihambat ulah pemburu rente ini," katanya.

Sementara itu, menurut akademisi Universitas Pertahanan Indonesia, Dr Aris Arif Mundayat melihat pengalaman kasus kontrak JICT sebagai ancaman hilangnya kedaulatan pelabuhan nasional.

"Berbicara Indonesia sebagai poros maritim dunia dan konsep 'Belt and Road' China, Jika JICT kembali dikendalikan Hong Kong dengan cara-cara inkonstitusional maka pemerintah akan hilang kendali dalam pengelolaan aset strategis tersebut," ujar Aris.   

Ada sinyal bahaya saat pengelolaan aset strategis pelabuhan nasional jika manut terhadap sistem ekonomi dan pasar liberal.

"Ketahanan ekonomi dan kedaulatan sangat rentan dan bahaya jika kasus seperti kontrak JICT-Koja, diduplikasi ke dalam pengelolaan pelabuhan lain," kata Aris.

Menurut hasil audit investigatif BPK RI, Kasus perpanjangan kontrak JICT-Koja jilid II (2019-2039) ditemukan pelanggaran hukum dan pemufakatan jahat oleh berbagai pihak.

Akibatnya negara dirugikan minimal Rp hampir Rp 6 triliun dalam kasus kontrak JICT-Koja. [rry]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya