Berita

Nasaruddin Umar/Net

Ormas Islam & Kelompok Radikal (27)

Mendelegitimasi Peran Negara Dan Agama (2)

JUMAT, 10 AGUSTUS 2018 | 10:51 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

MENDELIGITIMASI peran agama dalam negara biasanya dilakukan oleh kelom­pok liberal, yang biasanya ingin menyudutkan agama dari peran publik dan neg­ara. Seolah-olah agama adalah urusan privat yang ditentukan kepada individu masing-masing. Tentu saja paham ini berto­lak belakang dengan paham kelompok radikal yang ingin melihat agama memegang peran superordinate dari negara.

Secara umum liberalisme sering diartikan sebagai suatu paham yang berusaha untuk memilih kebebasan berprilaku (try to keep a liberal attitude) dengan menonjolkan sikap fair-minded, open-minded dan toleransi. Be­gitu besar toleransinya sehingga kebatilan dan kekufuran pun ditoleransi. Liberalisme dalam pengertian populer ialah suatu paham mengedepankan kebebasan dan acuannya hanya kepada dasar-dasar Hak Asasi Manu­sia (HAM) dan HAM pun dibatasi pada himan­itarianisme atau dalam bahasa filsafat disebut antropocentrisme. Antroposentrisme ialah pa­ham serba manusia. Yang bisa memanusia­kan manusia ialah manusia itu sendiri. Ma­nusia dalam paham ini tidak membutuhkan kekuatan luar di luar diri manusia seperti Tu­han, Dewa, agama untuk memanusiakan diri manusia. Kebalikan dari paham ini ialah teo­sentrisme, yaitu suatu paham yang serba Tu­han (jabariyah).

Pemahaman liberalisme seperti ini sangat membahayakan kehidupan agama dan ber­bagsa. Islam yang mengenal Tuhan sebagai sumber nilai-nilai kebenaran paling tinggi dan bangsa Indonesia yang menganut paham dan ideologi Pancasila, tentu tidak sejalan dengan paham liberalisme di atas. Kewajiban manu­sia untuk menyembah Tuhan dan keharusan warga Negara Indonsia menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya dan agama membuat liberalisme sulit tumbuh di bumi Indonesia. Namun demikian, liberalisme memiliki ban­yak “topeng” yang bisa dicermati secara kri­tis. Boleh jadi seseorang berteriak-teriak anti liberalisme tetapi pada saat bersamaan ia menjadi bagian dari gaya hidup liberalisme. Sebaliknya mungkin ada kelompok menga­tasnamakan diri sebagai kelompok liberal tetapi sesungguhnya ia termasuk anti liberal­isme. Seseorang yang muslim sejati dan war­ga Indonesia sejati rasanya tidak akan pernah mungkin menjadi orang liberalis tulen. Tidak mungkin liberalisme bisa satu atap dengan nilai-nilai luhur agama dan budaya Indonesia.


Liberalisme dalam arti eksrim sebagaima­na didefinisikan di atas mungkin tidak perlu dikhatirkan secara berlebihan. Namun liberal­isme dalam sub-sub atau unit-unit kehidupan tertentu bisa dicermati. Setiapkali pertimban­gan rasio harus dikedepankan dan memaksa kelompok-kelompok sistem nilai lain untuk menyesuaikan diri maka sesungguhnya ini merupakan perwujudan liberalisme. Liberal­isme bisa meminjam bahasa agama dan ba­hasa politik di dalam menjabarkan nilai-nilain­ya. Liberalisme bisa bersembunyi di belakang HAM, kesetaraan jender, demokrasi, local wisdom, Tafsir, dan Ushul Fikih. Bahkan lebih rigis bisa menggunakan istilah teknis agama seperti konsep al-maqashid al-syari’ah dan al-mashlahat al-‘ammah.

Dampak liberalisme dalam kehidupan masyarakat efeknya bisa terlihat dan terasa pada saat kita menyaksikan sikap masyarakat tidak merasa miris menyaksikan penderitaan sau­daranya, rela membangun istana di atas puin-puin kehancuran orang lain, dan berdosa dan bermaksiyat sambil terbahak-bahak, dan tidak terbebani dengan kehancuran relasi bis­nisnya, dan berpesta di atas kekalahan orang lain. Tolransi sejati semakin mahal, lembaga-lembaga paguyuban semakin mati suri, ika­tan-ikatan primordial semakin loyo, keiman­an masyarakat semakin dangkal yang dapat diukur dengan mudahnya larangan dilanggar dan sulitnya peritah Tuhan dilaksanakan. Jika kondisi masyarakat ini terjadi maka kita semua harus waspada karena azab Tuhan tidak han­ya akan menimpa umat yang berdosa tetapi orang-orang baik yang ada di sekitarnya juga akan terkena dampaknya. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

12 Orang Tewas dalam Serangan Teroris di Pantai Bondi Australia

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:39

Gereja Terdampak Bencana Harus Segera Diperbaiki Jelang Natal

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:16

Ida Fauziyah Ajak Relawan Bangkit Berdaya Amalkan Empat Pilar Kebangsaan

Minggu, 14 Desember 2025 | 19:07

Menkop Ferry: Koperasi Membuat Potensi Ekonomi Kalteng Lebih Adil dan Inklusif

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:24

Salurkan 5 Ribu Sembako, Ketua MPR: Intinya Fokus Membantu Masyarakat

Minggu, 14 Desember 2025 | 18:07

Uang Rp5,25 Miliar Dipakai Bupati Lamteng Ardito untuk Lunasi Utang Kampanye Baru Temuan Awal

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:34

Thailand Berlakukan Jam Malam Imbas Konflik Perbatasan Kamboja

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:10

Teknokrat dalam Jerat Patronase

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:09

BNI Dukung Sean Gelael Awali Musim Balap 2026 di Asian Le Mans Series

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:12

Prabowo Berharap Listrik di Lokasi Bencana Sumatera Pulih dalam Seminggu

Minggu, 14 Desember 2025 | 16:10

Selengkapnya