Berita

Politik

PT Dipaksakan Bisa Jadi Tragedi Nasional

KAMIS, 09 AGUSTUS 2018 | 09:33 WIB | LAPORAN:

. Ketentuan ambang batas pencapresan (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7/ 2017 tentang Pemilu dinilai melanggar UUD 1945 alias inkonstitusional.

Makanya pasal yang mengatur PT 20 persen tersebut harus dicabut agar tidak menjadi tragedi nasional.

Demikian ditegaskan mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 1999, Bennie Akbar Fatah, Kamis (9/8).


KPU, menurutnya seharusnya memahami dan harus mengakui kalau UUD 1945 memiliki derajat hukum tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bennie menegaskan UUD 1945 telah mengatur secara jelas soal teknis pengusulan calon presiden dan wakil presiden.

Pada pasal 6A ayat (2) menyatakan pasangan capres-cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

"Jadi mutlak setiap partai politik peserta pemilu dapat mengusung paslon presiden dan wakil presiden. Ini tidak bisa diganggu gugat karena melanggar UUD 1945," kata Bennie yang akrab disapa Eben ini.

Dia menegaskan UU 7/2017 pasal 222 ayat (1) menyatakan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen  dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya, melanggar UU 1945.

"Dengan demikian UU itu tidak berlaku atau cacat hukum  dan harus dibatalkan demi hukum karena melanggar dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 6A ayat 2," kata Bennie lagi.

Karena UUD 1945 sudah mengatur semuanya secara jelas, pihaknya meminta agar KPU sebagai penyelenggara Pemilu tidak perlu lagi membahas hal-hal yang sudah jelas yang justru akan menjadi tidak jelas.

Dia menegaskan pula, ada dua cara yang elegan yang bisa dilakukan untuk memghindari tragedi nasional akibat PT melanggar UUD 1945.

Pertama, amandemen pasal 6A ayat (2) UUD 1945.Kedua  mencabut atau tidak memberlalukan UU 7/2017.

"Harus disadari baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi tidak boleh UU dibuat hanya untuk melanggar  UUD 1945," tegas aktivis Malari ini. [rus]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya