Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
PERBEDAAN adalah sunnatullah. Perbedaan (diversity) adalah manifesÂtasi keagungan Tuhan. Bagaimana dari Sosok Yang Maha Esa lahir beraneka ragam substansi, esensi, bentuk, sifat, dan warna. Konfigurasi warna-warni dan keragaman ciptaan Tuhan melambangkan keindahan, kekayaan, keluasan, kebesaran, dan keagungan Tuhan. Meskipun beraneka ragam warna dan bentuk, makhluk-makhluk tersebut tetap merupakan satu kesÂatuan yang tak terpisahkan sebagai makhluk makrokosmos yang terpancar dari Sang Khaliq, yang dalam bahasa tasawuf perenial disebut dengan the oneness of being (wahdatul wujud). Kemajmukan dari segala sesuatu yang ada tidak mungkin bertentangan atau dipertentangkan dengan kesatuan wujud, karena sebagaimana dikatakan Ibn Arabi, Wahdatul wujud merupakan kesatuan wujud untuk menggambarkan non-entifikasi absolut dan Esensi Tak Terbedakan.
Perbedaan pendapat bagi manusia adalah bahagian yang inheren dengan kemajmukan ciptaan Tuhan. Dari sinilah Rasulullah pernah mengungkapkan bahwa perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat (ikhtilaf baina ummati rahmah). Al-Qur’an juga sejak awal menginformasikan bahwa komunitas manusia tidak mungkin bisa menjadi suatu kesatuan yang homogen. "Jika Tuhanmu menghendaki niscaya Ia akan menjadikan manusia sebagai satu umat" (Q.S. Hud/11:118). Ayat ini menggunakan huruf lau (pengandaian), bukannya menggunakan huruf possibilitas berupa in atau idza. Dengan demikian dapat difahami bahwa sejak semula manusia disetting untuk menjadi makhluk yang heterogen. Namun, di tengah heterogenitas itu dimungkinkan terbentuknya umat-umat homoÂgen yang dipersatukan oleh suatu visi dan misi khusus dan yang seperti inilah diperintahkan di dalam Qur'an dalam istilah "umat ideal"/khaira ummah (Q.S. Ali ’Imran/3:104 & 110).
Konsep khaira ummah inilah yang menjadi obsesi besar Rasulullah sejak awal. Kita tahu bahwa komunitas masyarakat tempat Al-qur’an diturunkan (jazirah Arab) adalah masyarakat qabilah (tribal society). Dalam masyarakat ini tidak ada civil society karena promosi karier kepemimpinan hanya bergulir di lingkungan orang dalam para raja/penguasa laki-laki. Masyarakat lain dan perempuan tidak mungkin mengakses kepemimpinan dunia publik, sehÂebat apapun prestasi orang itu. Islam datang merombak sistem masyarakat qabilah menjadi masyarakat ummah, yang mengacu kepada konsep keadilan ('adalah), toleransi (tasamuh), persamaan (musawa), dan profesionalisme (ihtiraf). Siapapun yang memiliki syarat itu, jenis kelamin apapun, etnik apapun, suku dari manapun, dan dari golongan manapun berhak mengakses berbagai prestasi yang layak unÂtuknya, sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. al-Hujurat/49:13.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03
UPDATE
Minggu, 14 Desember 2025 | 19:39
Minggu, 14 Desember 2025 | 19:16
Minggu, 14 Desember 2025 | 19:07
Minggu, 14 Desember 2025 | 18:24
Minggu, 14 Desember 2025 | 18:07
Minggu, 14 Desember 2025 | 17:34
Minggu, 14 Desember 2025 | 17:10
Minggu, 14 Desember 2025 | 17:09
Minggu, 14 Desember 2025 | 16:12
Minggu, 14 Desember 2025 | 16:10