Pemerintah akan membenÂtuk tim gabungan terpadu untuk menyelesaikan dugaan pelangÂgaran HAM berat masa lalu. Tim ini terdiri dari kementerian, lembaga dan semua pemangku kepentingan. Tim ini nanti bekerja untuk membedah satu per satu dan secara jujur mengenai masalah pelanggaran HAM berat masa lalu. Berikut ini pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto terkait penuntasan kasus HAM:
Hingga kini bagaimana prosÂes penuntasan kasus-kasus peÂlanggaran HAM masa lalu?
Kita memutuskan untuk koorÂdinasi membentuk tim gabungan terpadu dari semua lembaga, keÂmenterian, pemangku kepentinÂgan tentang penyelesaian dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Komnas HAM.
Maksudnya?
Maksudnya? Kita secara jujur, jujur kepada diri sendiri, jujur ke masyarakat dan jujur ke Tuhan Yang Maha Kuasa, kita bedah satu per satu di mana hambatannya, mungkin enggak dengan pro justisia, kalau tidak mungkin berarti dengan non justisia, bagaimana caranya, kalau masih ada kekurangan bukti bagaimana cara mendapÂatkan bukti.
Jadi pemerintah menginginkan kasus-kasus pelanggaran HAM diselesaikan di luar pengadilan? Intinya pemerintah akan meÂnampilkan kejujuran kepada masyarakat, sehingga jangan sampai ada tuduh menuduh saling melempar bola. Tetapi pemerintah ingin agar tuduÂhan pelanggaran HAM berat masa lalu itu dapat diselesaikan dengansebaik-baiknya.
Bagaimana dengan kasus pelanggaran HAM berat seperti kasus Semanggi dan kerusuhan 1998? Pemerintah juga ingin menÂjelaskan ke masyarakat bahwa definisi atau istilah pelanggaran HAM berat memiliki satu perÂsyaratan khusus, di mana pelangÂgaran HAM berat berbeda dengan pelanggaran HAM biasa.
Tampaknya definisi pelangÂgaran HAM versi pemerintah pun belum jelas ya? Pelanggaran HAM berat memiliki persyaratan seperti adanÂya perencanaan yang sistematis, wide spread atau meluas, dan menyangkut genosida atau pemÂbunuhan kelompok tertentu apakah agama, ras, kelompok politis tertentu, atau yang disebut dengan kejahatan kemanuÂsiaan crimes against humanity dan crime against woman and children, apakah itu pengusiran, penculikan, pembunuhan, peÂmindahan secara paksa, atau pembakaran massal.
Tapi reaksi LSM dan rakyat kan berbeda? Oleh karena itu, kita berÂharap masyarakat tidak gegabah menyimpulkan satu kejadian sebagai pelanggaran HAM beÂrat. Misalnya, aparat keamanan salah tembak dalam satu huru hara maka langsung dikatakan pelanggaran HAM berat, paÂdahal itu kriminal, karena tidak sistematis, tidak
wide spread dan bukan genosida.
Itu poinnya? Kita harus jelaskan ke masyarakat sehingga ada kejujuran di antara kita untuk tidak menÂimbulkan konotasi negatif satu dengan yang lain.
Lantas apa saja mekanisme yang akan disiapkan pemerintah untuk menyelesaikan kaÂsus-kasus HAM tersebut? Kita bisa dengan menggunakan cara kearifan lokal. Misalnya, di Palu sudah ada ajakan untuk rekonsiliasi di antara yang bertikai di masa lalu.
Kemudian di Papua, di mana ada pertikaian antar suku yang mengakibatkan pembunuhan, namun bisa diselesaikan denÂgan acara adat yang dinamakan Bakar Batu.
Jadi pemerintah juga akan menggunakan hukum adat sebagai salah satu solusi peÂnyelesaian yang akan diguÂnakan? Konsep seperti ini mudah-mudahan bisa dikembangkan. Jangan sampai nanti belum beÂlum sudah curiga dengan Dewan Kerukunan Nasional atau DKN, karena sebenarnya orientasinya kalau ada masalah berskala naÂsional, konflik horizontal di antara masyarakat dengan negÂara, masa kini dan akan datang, tidak buru-buru diselesaikan dengan proses peradilan.
Ada cara-cara budaya bangsa Indonesia, cara-cara yang diÂwariskan pada pendahulu kita lewat dewan-dewan adat dengan musyawarah mufakat untuk merukunkan bangsa ini. ***