Berita

Foto/Net

Bisnis

Mimpi Buruk Jadi Kenyataan

Pengusaha Bicara Dolar 14.500
SABTU, 21 JULI 2018 | 09:49 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Akhirnya nilai tukar rupiah menyentuh Rp 14.500 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan tersebut memukul dunia usaha. Mereka mencemaskan prospek perekonomian.

 Nilai rupiah terus mengalami penurunan. Kemarin, rupiah terjungkal ke level Rp 14.500. Pelemahan tersebut memberikan pukulan psikologis dunia usaha. Sebab posisi tersebut merupakan terlemah sejak Oktober 2015.

"Pegerakan dolar yang terus menyentuh Rp 15 ribu itu bagi pelaku usaha sama halnya mimpi buruk yang menjadi ke­nyataan," ungkap Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Industri Johnny Dar­mawan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.


Johnny menuturkan, pelema­han tersebut sudah jauh meleset dari asumsi awal pemerintah rupiah berada di level Rp 13 ribu per dolar. Dengan kondisi seperti ini, dia yakin para pengusaha sekarang sedang berlomba-lomba mencari solusi agar tidak mengalami kerugian yang besar. Salah satunya, Jhonny mem­proyeksi, mereka terpaksa me­nempuh cara menaikkan harga jual barang. Karena saat ini biaya pembelian bahan baku sudah lebih tinggi dari harga jual produk.

"Posisi dunia usaha sudah kejepit. Kondisi mau tidak mau memaksa menaikkan harga, tetapi saat ini daya beli lemah," keluhnya.

Apalagi, lanjut Johnny, pelaku usaha menghadapi beban pem­bayaran utang yang mengalami pembengkakan akibat pelema­han kurs.

Johhny meminta, pemerintah mengatasi pelemahan kurs. Jika tidak akan mematikan dunia usaha. "Pemerintah harus men­jaga stabilitas rupiah agar keper­cayaan publik kembali mening­kat," harapnya.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat memastikan, pelema­han rupiah akan mempengaruhi penjualan.

"Untuk pasar dalam negeri tentu akan ada pengaruhnya. Karena pelemahan rupiah mem­pengaruhi daya beli," kata Ade.

Ade menyebutkan, penjualan tekstil di dalam negeri cukup besar, mencapai lebih 70 persen. Bila terjadi penurunan penjualan tentu memberikan pengaruh terhadap kinerja keuangan pe­rusahaan.

Untuk bahan baku, Ade me­mastikan pelemahan rupiah tidak memberikan pengaruh sama sekali. Karena, umumnya pelaku usaha melakukan kontrak pem­belian sejak awal tahun untuk selama satu tahun dengan acuan kurs saat itu.

Rupiah Masih Rawan


Ekonom Institute for De­velopment Economic and Fi­nance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, pelemahan rupiah salah satunya disebabkan sentiment internal. Salah satu­nya keterangan Bank Indonesia (BI) yang merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi 5,1 persen.

"Sentimen itu mengubah pasar menjadi pesimistis,"  kata Bhima.

Selain itu, lanjut Bhima, hasil rapat Dewan Gubernur BIyang memutuskan tidak menaik­kan tingkat suku bunga acuan sampai akhir tahun 2018 juga jadi pemicu. Hal itu membuat investor cenderung menahan diri.

Padahal, Bhima menjelas­kan, ruang pengetatan moneter masih ada setidaknya sekali lagi. Bhima melihat ada kemungkinan BIsedang menunggu fenomena super dolar yang akan memun­cak pada pertengahan semester kedua tahun ini.

Bhima memprediksi, tekanan dolar akan mencapai puncaknya di September atau Oktober 2018. Saat itu, tekanan terhadap kurs rupiah juga akan membesar. "Pada saat puncak nanti rupiah bisa mencapai titik paling rendah di kisaran Rp 14.700 per dolar AS," katanya.

Bhima menyarankan pemerintah mengeluarkan gebrakan di sisi fiskal untuk mengatasi pelemahan rupiah. Sejauh ini, kebijakan moneternya sudah jor-joran. BIsudah menaikkan suku bunga acuan. Tapi dari fiskal belum ada gebrakan. Con­tohnya, memberikan keringanan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan bea keluar untuk industri berorientasi ekspor. Selain itu, pemerintah juga bisa melaku­kan perbaikan infrastruktur pendukung pariwisata agar pemasukan devisa semakin be­sar. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya