Berita

Nasaruddin Umar/Net

Ormas Islam & Kelompok Radikal (4)

Tren NKRI Bersyari'ah (1)

RABU, 18 JULI 2018 | 10:39 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

Survei LSI pernah menemukan temuan menarik. Tren NKRI bersyari'ah dari tahun 2005 terus ke 2010, 2015, dan terakhir 2018 menunjukkan pro Pancasi­la tetap dominan, tetapi semakin menurun dari ta­hun ke tahun. Mulai dari 85 persen terus ke 79 persen dan terakhir 75 persen. Sementara tren pro-NKRI bersyari’ah naik dari 4 persen, 7 persen, 9 persen, dan terakhir 12 persen (sisanya suara mengam­bang). Ini artinya selama 13 tahun terakhir pro NKRI bersyari'ah naik 9 persen. Kecenderun­gan angka ini cukup tinggi jika dilihat popula­si penduduk Indonesia yang amat besar dan wilayah daratannya amat sempit.

Bukan hanya itu, terakhir ini semakin ban­yak gerakan mengklaim diri sebagai kelompok Islam "yang paling Islam". Mulai yang bercor­ak radikal sampai kepada yang bercorak liber­al. Kelompok-kelompok yang aktif melakukan klaim ini sesungguhnya minoritas tetapi gera­kannya bernilai news maka eskalasi opininya lebih luas. Kelompok ini sangat kritis terhadap perkembangan umat Islam. Sementara kel­ompok mayoritas atau mainstream muslim lebih banyak memilih diam, makanya sering disebut silent majority.

Gerakan Islam selalu menarik perhatian pu­blik dengan beragam kepentingan. Trend ke­naikan NKRI bersyari'ah sebaiknya selalu di­pantau. Terlepas dari apapun motifnya, mulai dari kepentingan ideologi, sosial, politik, aka­demik, sampai kepada kepentingan ekonomi. Pondok pesantren, ormas Islam, termasuk to­koh-tokohnya semakin ramai dikunjungi. Atri­but Islam semakin banyak menjadi kata sifat untuk berbagai produk. Dari Parpol berbasis Islam, Islamic Banking, Islamic Insurance, Su­rat-surat Berharga Syari'ah (Sukuk), Unit Usa­ha Syari’ah, Islamic Boarding School, sampai kepada halal cosmetics, dan sebagainya.


Islam yang oleh Hillary Clinton disebut sebagai "the fastest-growing religion in the world" dan di Indonesia menjadi penganut Is­lam terbesar, kurang lebih 1/5 umat Islam ada di Asia Tenggara yang khususnya terkonsen­trasi di Indonesia. Ini berpotensi menempat­kan Indonesia sebagai trend setter bagi nega­ra-negara muslim dan umat Islam lainnya.

Tampilnya berbagai gerakan yang meng­gunakan label Islam menarik untuk dikaji. Apakah ini pertanda datangnya fenomena awal kebangkitan global peradaban dunia Islam jilid II; atau Islam hanya dijadikan se­bagai komoditi dan kekuatan legitimasi un­tuk tujuan khusus; atau sebagai reaksi logis dari pendhaliman negara-negara Islam sep­erti Bosnia, Iraq, Palestina, Afganistan, oleh negara-negara kuat; atau sebagai bentuk protes terhadap ketidakberdayaan mengh­adapi imperialisme gaya baru negara maju; atau sebagai ungkapan kekecewaan tehadap globalisasi dan industrialisasi di mana umat Islam tidak termasuk pemain utama di dalam­nya; atau sebagai salah satu bentuk kesibu­kan dalam mengisi waktu luang, mengingat tingginya angka pengangguran dalam tubuh umat Islam; atau sebagai bentuk revitalisasi institusi keagamaan Islam yang sudah mulai termakan usia; atau kebanyakan mereka han­ya ikut-ikutan dari pengaruh figur yang men­jadi sponsor sebuah gerakan; atau memang betul-betul sebagai bentuk kesadaran dan se­mangat Islam sebagai buah dari kebebasan yang diperoleh umat Islam, yang dalam lin­tasan sejarahnya, dari zaman kolonial, Orde Lama, sampai paroh pertama Orde Baru, se­lalu dimarginalkan; atau ini merupakan akibat dari akumulasi berbagai sebab, termasuk di antaranya government policy yang kehilan­gan daya mengadapi masyarakat yang se­makin kritis dan cenderung kebablasan, atau masyarakat yang semakin permisif mengh­adapi perubahan sosial, atau tokoh-tokoh me­anstream muslim mengalami over silent, atau jangan-jangan takut terhadap kenekatan kel­ompok garis keras. Wallahu a'lam. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya