Berita

Foto/Net

Bisnis

Penindakan Truk Overload Bagai Dua Sisi Mata Pisau

Bikin Persaingan Sehat & Harga Barang Naik
RABU, 18 JULI 2018 | 09:46 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menilai penindakan terhadap truk bermuatan lebih (overload) ibarat dua sisi mata pisau. Di satu sisi bisa menciptakan persaingan sehat, tapi di sisi lain bisa mengerek harga barang.

Wakil Ketua Aptrindo bidang Distribusi dan Logistik Kyatmaja Lookman menilai, saat ini Ke­menterian Perhubungan (Kemen­hub) tidak main-main terhadap kendaraan over dimensi dan overload (ODOL). Sikap tegas ini diharapkan bisa menekan jumlah pelanggaran di jalan raya.

"Intinya truk yang overload-nya melebihi 100 persen dari yang kapasitas itu diturunkan. Misalnya daya angkut truk 10 ton, ternyata dia ngangkutnya 20 ton, sisanya itu diturunin, atau dibawa ke tempat lain. Overload di bawah 100 persen, misalnya 75 atau 25 persen itu juga tetap kena sanksi tilang," ujar pria yang akrab disapa Kyat kepada Rakyat Merdeka, kemarin.


Aptrindo menganggap aturan ini sangat menguntungkan pihaknya. Sebut saja truk lebih awet, keamanannya lebih terjamin, dan truk bisa lebih cepat di jalan. Hanya saja, aturan main ini otomatis men­dongkrak harga barang.

Kyat mengatakan, berdasar­kan penuturan pemerintah, overload di jembatan timbang mencapai 75 persen. Sehingga jika aturan ini konsisten diter­apkan, dibutuhkan 75 persen truk untuk mengangkut barang. Alhasil, biaya logistik akan membengkak.

Kenaikan harga akan beragam tergantung dengan produk dan mahalnya biaya logistik. Misalnya, biaya pengangkutan Aqua menca­pai 60 persen, semen 20 persen, susu lima persen, dan smartphone dua persen. "Peningkatan dua kali lipat dari ongkos angkut kalau buat perusahaan seperti Aqua akan menimbulkan dampak yang luar biasa," tuturnya.

Karena itu, kata dia, industri se­men dan baja menolak. Sebab dua produk ini syarat overload. Mis­alnya untuk mengangkut semen 25-30 ton membutuhkan biaya Rp 7,5 juta dari biaya standarnya Rp 6,5 juta. Dengan aturan ini, maka industri semen harus merogoh kocek dua kali lipat sebesar Rp 13 juta. "Salah satu cara menutup kerugian tentu dengan menaikkan harganya," katanya.

Meski begitu, dia belum yakin aturan tersebut berjalan dengan baik. Aptrindo masih wait and see. Sebab jika aturan ini tidak diterapkan dengan baik, akan sia-sia. Satu atau dua pelaku usaha yang lolos akan membuat persaingan tidak sehat.

Kyat usul aturan ini perlu disempurnakan. Terkait jumlah berat yang diizinkan (JBI) perlu adanya penyeragaman aturan di berbagai daerah. Karenanya, Kemenhub harus mengambil tindakan dalam hal ini.

Terkait dengan penindakan, Kyat menilai Kemenhub sudah tegas. Apalagi, Kemenhub telah menegaskan bahwa jembatan timbang merupakan alat pen­indakan, bukan sebagai alat pendulang uang bagi daerah. "Saya banyak dicurhati pengen­dara truk yang habis kena tilang karena overload," katanya.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (BKS) men­egaskan, per 1 Agustus 2018 penurunan barang pada truk atau kendaraan ODOL hingga 100 persen mulai diterapkan. Pihaknya pun akan menyurati asosiasi yang belum taat.

"Pemandangan yang me­malukan melihat truk yang overdimensi karena melakukan itu dengan sewenang-wenang. Sakit mata ini," tegas menteri yang akrab disapa BKS.

Teguran keras diberikan lan­taran masih ada dua asosiasi yang belum berkomitmen terhadap penandatanganan deklarasi per­janjian angkutan barang. "Sekitar dua atau satu bulan lalu kita sudah tanda tangani deklarasi, tapi aso­siasi semen dan baja belum tanda tangan," ungkapnya.

Keberadaan kendaraan be­rat bermuatan berlebih san­gat berakibat fatal bagi arus lalu lintas. Sebagai contoh, Tol Jakarta-Karawang yang tekstur jalannya babak belur akibat banyak angkutan besar yang tak mengindahkan aturan. "Ada suatu tekanan yang luar biasa untuk titik-titik itu akibat adanya kendaraan bermuatan berlebih. Itu kayak pisau, jalan kayak dicacah-cacah," keluhnya.

Karena tindakan yang sudah melampaui batas, BKS mengambil tindakan dengan menggandeng Polri untuk mulai melakukan pen­indakan terhadap kendaraan barang yang melanggar aturan muatan pada 1 Agustus nanti. "Kita minta asosiasi baja dan semen ikuti apa yang kita lakukan. Karena dengan tidak adanya kendaraan yang over­dimensi dan overloading, tingkat kecepatan di ruas jalan juga akan meninggi," ujar dia.

Aturan ini tidak hanya akan diterapkan di ruas jalan tol atau jalan arteri besar saja, tapi juga di titik-titik terluar seperti jalan tikus. "Kita akan serius, enggak mau main-main. Nanti aturan ini bakal diberlakukan juga di ban­yak jalan-jalan tikus," pungkas BKS. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya