Ancaman perang dagang Amerika Serikat (AS) terÂhadap Indonesia sejauh ini tidak mempengaruhi neraca perdagangan. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mengungkapkan, neraca perdagangan Indonesia sampai dengan Juni masih surplus terhadap AS.
"Kalau dilihat dari neraca, saya yakinkan bahwa ancaman-ancaman itu belum mempengaruhi surplus neraca perdagangan kita," kata Kecuk di Jakarta, kemarin.
Data BPS menyebutkan, neraca perdagangan non miÂgas per Januari hingga Juni 2018, Indonesia mengalami surplus 4,119 miliar dolar AS atas perdagangannya dengan AS. Meskipun angka terseÂbut mengalami penurunan bila dibandingkan nilai surplus neraca perdagangan non-migas dengan AS periode Januari-Juni 2017 yang lebih tinggi, mencapai 4,703 miliar dolar AS.
Bila dilihat dari pangsa pasar ekspor non migas Indonesia, AS menjadi satu dari tiga negara terbesar tujuan ekspor selain China dan Jepang. Dari total ekspor non migas Januari-Juni 2018, porsi ke AS sebesar 10,78 persen atau setara denÂgan 8,56 miliar dolar AS.
Sementara, Indonesia tidak terlalu bergantung dengan impor dari AS. Hal itu terlihat dari tiga negara pangsa impor non migas Indonesia periode Januari-Juni 2018 yang beÂrasal dari China, Jepang, dan Thailand.
Secara rinci, total ekspor Indonesia ke AS pada Januari-Juni 2018 sebesar 8,559 miliar dolar AS dengan komoditas utama di antaranya lemak dan minyak hewani atau nabati, karet, bahan bakar mineral, kayu dan barang dari kayu, aneka produk kimia, kertas dan kertas karbon, perabotan, ikan dan krustasea, serta pakaian dan aksesori pakaian.
Sedangkan nilai impor dari AS untuk periode yang sama sebesar 4,441 miliar dolar AS, dengan komoditas utama yang diimpor seperti mesin-mesinÂpesawat mekanik, biji-bijian berminyak, kapal terbang dan bagiannya, kapas, sisa industri makanan, bubur kayu, peralaÂtan listrik, plastik dan barang dari plastik, berbagai produk kimia, serta perangkat optik.
Perdagangan Juni Surplus Rp 25 T
Selain perdagangan ke AS, Kecuk juga memberikan kabar gembira mengenai neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan yang mengalami perbaikan. Pihaknya mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2018 surplus 1,74 miliar dolar AS atau atau setara dengan Rp 25 triliun. Nilai ini diperoleh dari posisi neraca ekspor yang tercatat sebesar 13 miliar dolar AS atau lebih tinggi dibandingkan nilai neÂraca impor yang sekitar 11,26 miliar dolar AS. Surplus pada Juni 2018 didorong oleh surÂplus neraca nonmigas pada bulan ini.
"Surplus ini cukup lumayan, tapi kami harapkan meningÂkat," ujar Kecuk.
Sementara itu, berdasarÂkan tahun kalender sepanjang Januari-Juni 2018, neraca perÂdagangan mengalami defisit sebesar 2,83 miliar dolar AS. Nilai ekspor pada Juni sebesar 13 miliar dolar AS ini turun 19,8 persen dari Mei 2018, tetapi naik 11,47 persen jika dibandingkan Juni 2017.
"Penurunan ekspor adalah hal yang biasa di Lebaran karena ada libur panjang," katanya.
Dari pola ekspor tahun ke tahun, Kecuk memperkirakan kegiatan ekspor akan kembali meningkat pada bulan depan. Berdasarkan sektornya, koÂmoditas pertanian mengalami penurunan ekspor sebesar 35,2 persen secara month-to-month (mtm) menjadi 200 juta dolar AS. Komoditas yang mengaÂlami penurunan antara lain kopi, sarang burung, aromatik, dan buah-buahan.
Industri pengolahan juga turun 27,28 persen secara mtm menjadi 8,55 miliar dolar AS dibandingkan buÂlan sebelumnya. Jenis barang yang mengalami penurunan di antaranya pakaian jadi, tekstil, suku cadang, serta produk timah.
Sementara itu, sektor tamÂbang meningkat 1,08 persen secara mtm menjadi 2,53 miliar dolar AS. Hal ini diÂdorong oleh naiknya ekspor komoditas batubara, lignite, dan aspal.
Ekspor selama enam bulan pertama 2018 tercatat meningÂkat 10,03 persen menjadi 88,02 miliar dolar AS jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 80 miliar dolar AS
Sementara, impor mengalami penurunan tajam sebeÂsar 36,27 persen menjadi 11,26 miliar dolar AS dari bulan sebelumnya. Secara sektoral, BPS mencatat seluÂruh barang impor mengalami penurunan. ***