Industri kelapa sawit Indonesia sepakat melakukan kerja sama dengan India. Kerjasama ini diharapkan bisa bikin moncer ekspor sawit ke Negeri Bollywood itu.
Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nuhung mengataÂkan, ekspor produk kepala sawit ke India saat ini cukup besar. "80 persen sumber kelapa sawit India berasal dari Indonesia," ujarnya usai menandatangani nota kesÂepahaman (
Memorandum Of Understanding/MoU) dengan perwakilan industri sawit India di Kantor Kementerian KoordiÂnator, Jakarta, kemarin.
MoU ini untuk menegaskan keberadaan
Indonesian SustainÂable Palm Oil (ISPO) dan
India National Palm Oil SustainabilÂity Framework (IPOS) sebagai kerangka keberlanjutan. TeruÂtama dalam produksi minyak sawit dan perdagangan antara kedua negara.
Andi berharap, kesepakatan ini semakin memacu produkÂtivitas lahan sawit yang ada dan meningkatkan ekspor produk kelapa sawit ke India. "Kami berharap di masa depan bisa meningkatkan ekspor ke India," katanya.
Andi berharap, kesepakatan ini semakin memacu produkÂtivitas lahan sawit yang ada dan meningkatkan ekspor produk kelapa sawit ke India. "Kami berharap di masa depan bisa meningkatkan ekspor ke India," katanya.
President
Solvent ExtracÂtor Association (SEA) Atul Chaturverdi mengatakan, kerja sama ini akan membuka jalan bagi sektor perdagangan minÂyak sawit yang berkelanjutan. Khususnya dalam jangka panÂjang di kawasan Asia. "Saya yakin bahwa sinergi ini akan melindungi daya saing industri kelapa sawit," ujarnya
Menurut dia, "kerja sama ini juga akan meningkatkan keÂsiapan industri menghadapi permintaan pasar di masa depan, dan menciptakan perdagangan kelapa sawit yang berkelanjuÂtan," jelas dia.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, kerja sama ini akan memperkuat hubungan RI dan India di bidang minyak nabati dan turunannya. "KolaboÂrasi ini akan berlanjut lama dan menjadi solusi menguntungkan bagi kedua negara," ujarnya.
Indonesia dan India mempuÂnyai hubungan ekonomi yang saling menguntungkan dengan total perdagangan kedua negara mencapai 18,1 miliar dolar AS pada 2017. Dan, ekspor produk minyak sawit RI ke India menÂcapai 4,9 miliar dolar AS atau sekitar 34,8 persen total ekspor Indonesia ke India.
Untuk diketahui, India meruÂpakan salah satu pengguna terbeÂsar kelapa sawit RI di samping China. Karena itu, pemerintah menilai komunikasi kedua pihak perlu dibangun tidak hanya antarpemerintah tetapi juga antar-asosiasi.
"Ekspor kelapa sawit ke India juga belum maksimal. Harganya memang lebih murah, sehingga masih ada kesan bahwa dari segi kualitas mutu kalah dengan minÂyak yang lain, padahal tidak," ujar Darmin.
Kenapa harga produk minyak sawit RI lebih murah, menurut Darmin, karena produktivitasÂnya lebih tinggi tiga hingga empat kali dibandingkan di negara-negara lain. Perlu ada kerja sama dengan asosiasi unÂtuk mensosialisasikan kualitas produk sawit RI
Politik DagangDitanya mengenai India yang mengerek bea masuk sawit, Darmin menilai, kebijakan terseÂbut merupakan salah satu langÂkah politik perdagangan India. "Akibat ekspor kelapa sawit kita banyak ke sana, dia defisitnya besar. Jadi mulai cari menaikkan tarif," katanya.
Pemberlakuan tarif tersebut sanÂgat berpengaruh terhadap ekspor RI. Sebab, harga produk minyak sawit kita jadi makin mahal.
Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Menko Perekonomian Musdalifah mengatakan, pemerÂintah memang tengah membuka komunikasi
Business to Business (B to B) untuk menyelesaikan berbagai kendala dalam aktiviÂtas perdagangan antar negara. Khususnya antara India dan RI.
Saat ini pemerintah menyadari kendala pertama yakni pajak terlalu tinggi. Pemerintah akan menunjukkan dengan menaikÂkan pajak, India juga tidak banyak dapat manfaat.
Dia menambahkan, pemerintah sedang mencari negara-negara yang bisa mengakui bahwa IndoÂnesia punya ISPO. Untuk itu, InÂdonesia harus meyakinkan bahwa memang ISPO bukti kelola sawit Indonesia keberlanjutan dan nantiÂnya dapat menjadi branding di sana. "India salah satunya negara yang tertarik," tukasnya. ***